Foxconn tunda investasi di Indonesia



JAKARTA. Realisasi rencana Foxconn Technology Group membangun pabrik komponen elektronik di Indonesia yang sedianya dilakukan akhir tahun ini dipastikan tertunda. Belum tercapainya kesepakatan antara salah satu perusahaan komponen terbesar asal Taiwan ini dengan pemerintah maupun calon mitra mereka di Indonesia menjadi penyebab molornya rencana ini.

Menteri Perindustrian MS Hidayat bilang Foxconn masih belum cukup yakin untuk merealisasikan investasi mereka lantaran ada beberapa regulasi di Indonesia yang belum sesuai dengan ekspektasi mereka. "Investasi Foxconn tertunda karena ada permintaan yang agak berbeda dari apa yang kita regulasikan," kata Hidayat kemarin.

Sayang, Hidayat belum mau menjelaskan regulasi apa saja yang masih dikeluhkan perusahaan ini. Tapi salah satunya adalah soal bea masuk bahan baku komponen yang mereka anggap masih terlalu tinggi, yakni sekitar 5%.


Selain itu, Hidayat menambahkan Foxconn juga belum mencapai kata sepakat dengan mitra lokal yang akan mereka gandeng. Menurut dia, baik Foxconn maupun mitra lokal di Indonesia belum sepakat mengenai syarat dan ketentuan pabrik komponen elektronik besar ini.

Baik pemerintah dan mitra perusahaan elektronik lokal berencana jika pabrik ini beroperasi, harus membuat barang elektronik buatan Indonesia asli. "Jadi bakal butuh waktu lagi," ucapnya.

Ia menargetkan paling lambat enam bulan ke depan, ganjalan realisasi investasi ini sudah bisa diselesaikan.  "Kami harapkan dalam tempo tiga sampai enam bulan lagi terhitung dari sekarang, pabrik Foxconn sudah bisa dibangun," katanya.

Soal mitra lokal, Hidayat masih bungkam membuka jati diri perusahaan tersebut. Namun santer terdengar bahwa mitra kerja Foxconn adalah PT Hartono Istana Teknologi, produsen Poyltron yang juga anak usaha grup Djarum. Sayang, sampai berita ini turun, KONTAN belum berhasil mendapat konfirmasi dari pihak Polytron.

Foxconn berniat berinvestasi sekitar US$ 8 miliar -  US$ 10 miliar untuk membangun kawasan industri  komponen elektronik dan teknologi informasi dalam lima sampai 10 tahun ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon