FPESGR mendesak Permen P.17/2017 dikaji kembali



JAKARTA. Forum Perjuangan Ekonomi dan Sosial Gambut Riau (FPESGR), batal bertemu dengan Gubernur Riau untuk menyampaikan keluhan terkait dampak regulasi gambut yang dianggap bakal merugikan masyarakat Riau.

FPESGR sebelumnya telah mengirimkan surat untuk meminta audiensi dengan Gubernur Riau, Rabu (12/7) , namun kabarnya pertemuan belum bisa dilakukan lantaran bentrok dengan agenda gubernur yang lain.

Ketua SPSI Riau, Nursal Tanjung yang turut menandatangani FPESGR, mengatakan, Riau punya pertumbuhan yang bagus dan tertinggi di Indonesia sangat disayangkan jika sampai harus terhambat, karena regulasi gambut.


Menurut Nursal, kesepakatan dalam FPSGR, ingin meminta Menteri LHK mencabut atau menunda Permen LHK P.17/2017, karena aturan tersebut akan mempengaruhi kondisi Riau yang sedang berkembang.

“Permen itu bisa menyebabkan terjadinya PHK besar-besaran, yang bisa mengakibatkan masalah sosial dan mempengaruhi stabilitas dan kondusivitas daerah,” ujar Nursal.

FPESGR juga meminta pemerintah untuk bisa lebih memberi kepastian hukum. “Jangan diubah begitu saja, karena lahan kerja kan izinnya juga diperoleh lewat cara yang legal,” imbuhnya.

Mengenai risiko kebakaran lahan, yang harus lebih ditekankan adalah langkah antisipasi dan penanggulangannya, bukan pukul rata dengan membuat regulasi yang bisa mematikan industri yang sudah berjalan.

Meski demikian, Nursal menyatakan akan tetap berjuang dalam koridor aturan perundang-undangan yang berlaku.

“Kami akan masuk lewat dialog dan cara-cara yang diatur undang-undang. Menyuarakan pendapat lewat demonstrasi juga dibolehkan kan, tapi opsi itu belum jadi pilihan saat ini,” kata Nursal.

Selain dialog dengan Gubernur, FPESGR juga ingin bisa bisa berdialog dengan Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar untuk menyampaikan keluhan dan kekhawatiran mereka.

Permen LHK P.17 tahun 2017 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri merupakan salah satu dari aturan operasional dari PP nomor 57/2016 tentang perubahan atas PP nomor 71/2014 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.

Peraturan baru ini menuai banyak kritik karena dianggap merugikan dunia usaha dan investasi karena pengusaha hutan tanaman industri dan kelapa sawit berpotensi kehilangan areal garapan. Akibatnya, dikhawatirkan akan terjadi pengurangan pekerja secara besar-besaran. (Sanusi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto