Fraksi Demokrat Tolak Disahkannya UU Kesehatan, Ini Alasannya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fraksi Partai Demokrat menolak disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan menjadi Undang-Undang (UU). Penolakan tersebut disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke 29 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 di Ruang Rapat DPR RI, Jakarta.

Anggota DPR dari Fraksi Demokrat Dede Yusuf menyampaikan, ada beberapa catatan penting dari Fraksi Demokrat. Pertama mengenai penghapusan mandatory spending kesehatan dalam RUU tersebut.

"Fraksi partai demokrat terus berkomitmen memperjuangkan peningkatan anggaran kesehatan, sebagai bentuk konkret keberpihakan terhadap kesehatan rakyat melalui kebijakan fiskal," kata Dede dalam Rapat Paripurna, Selasa (11/7).


Pasalnya dalam Pasal 171 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebelum direvisi, belanja wajib kesehatan sebesar 5 dari APBN dan 10% dari APBD di luar gaji.

Baca Juga: Ini Alasan Fraksi PKS Tolak Pengesahan RUU Kesehatan Jadi Undang-Undang

Dalam rapat panja, Dede mengatakan Fraksi Demokrat juga telah mengusulkan dan memperjuangkan peningkatan anggaran kesehatan atau mandatory spending di luar gaji, dan penerima bantuan iuran atau PBI.

Namun usulan tersebut tidak disetujui dan pemerintah dinilai Fraksi Demokrat justru lebih memilih mandatory spending kesehatan dihapuskan.

"Hal tersebut semakin menunjukkan kurangnya komitmen politik negara dalam menyiapkan kesehatan yang layak, merata di seluruh negeri dan berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat," jelas Dede.

Fraksi Partai Demokrat berpendapat bahwa mandatory spending sektor kesehatan masih sangat diperlukan. Hal tersebut dalam rangka menjamin terpenuhinya pelayanan kesehatan masyarakat dan dalam rangka mencapai tingkat indeks pembangunan manusia (IPM). Di mana dalam RPJMN 2020-2024 telah ditetapkan sasaran IPM mencapai 75,54%.

Kedua Faksi Partai Demokrat menyatakan ketidaksetujuan terhadap indikasi liberalisasi tenaga kesehatan dan tenaga medis asing yang sangat berlebihan.

"Meskipun fraksi partai demokrat tidak anti dengan kemajuan dan keterbukaan terhadap tenaga kerja asing. Namun perlu mempertimbangkan kesiapan dan konsekuensi seperti pembiayaan dan dampak yang dikhawatirkan semua pihak," jelasnya.

Meski demikian, Fraksi Demokrat mendukung sepenuhnya kemajuan praktek kedokteran dan hospitality, termasuk hadirnya dokter asing. Namun tetap mengedepankan prinsip resiprokal.

Di mana seluruh doktor Indonesia baik lulusan dalam negeri maupun lulusan luar negeri diberikan pengakuan yang layak dan kesempatan yang setara dalam mengembangkan karir profesionalnya di negara sendiri. Begitu pun juga dengan doktor asing yang ingin berpraktik di Indonesia harus patuh dan tunduk dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca Juga: RUU Kesehatan Sah jadi UU, Hilangnya Mandatory Spending Menjadi Sorotan

"Dengan demikian dapat tercipta hubungan saling percaya saling menguntungkan dan berkontribusi positif demi kemajuan sektor kesehatan di negeri tercinta ini," kata Dede.

Dede menyampaikan, di luar itu Fraksi Partai Demokrat memahami jika ada keinginan pemerintah untuk menggalakkan investasi di sektor kesehatan demi kepentingan ekonomi kita.

Namun Dede menyebut, jika sebuah undang-undang dan kebijakan kesehatan terlalu berorientasi kepada investasi dan bisnis tentu tidak baik.

Ketiga, Fraksi Partai Demokrat berpendapat bahwa pembentukan undang-undang harus sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.

Fraksi Partai Demokrat menilai selama proses penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan kurang memberikan ruang dan waktu pembahasan yang cukup panjang.

"Sehingga terkesan sangat terburu-buru. Jika ruang dan waktu dibuka lebih panjang lagi, kami meyakini RUU ini dapat lebih komprehensif, holistik, berbobot dan berkualitas," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .