Fraksi PAN pesimistis atas revisi UU Pilkada



JAKARTA. Fraksi Partai Amanat Nasional di DPR RI pesimistis revisi undang-undang tentang pemilihan kepala daerah bisa segera terwujud setelah pemerintah menolak usulan dari DPR. Berbeda dari fraksi-fraksi lain di Koalisi Merah Putih yang ingin merevisi UU tersebut, PAN pasrah jika UU pilkada tak direvisi.

"Revisi UU itu sahamnya pemerintah dan DPR sama, 50 persen-50 persen. Yang selama ini DPR setuju, pemerintah setuju, saja banyak undang-undang yang tidak lahir, apalagi kalau pemerintah tidak setuju, mustahil ini berhasil," kata Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto dalam jumpa pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/5).

Yandri mengatakan, sejumlah fraksi di DPR yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat juga sudah menyatakan penolakannya terhadap rencana revisi tersebut. Tak semua anggota DPR menyetujui usul itu sehingga revisi akan mendapat hambatan di sidang paripurna.


"DPR saja belum kompak. Menurut saya, jalannya revisi UU ini masih akan panjang," ucap Yandri.

Ia menyatakan, Fraksi PAN belum mengambil sikap resmi apakah akan menerima atau menolak revisi UU ini nantinya. Yandri menilai revisi UU ini penting untuk mengakomodasi partai politik yang berselisih agar dapat mengikuti pilkada. Namun, momentumnya tidak tepat karena sudah berdekatan dengan waktu penyelenggaraan.

"Menurut Fraksi PAN, revisi diperlukan, tetapi momentumnya dicari yang baik," ucapnya.

Sebanyak 27 anggota Komisi II DPR telah menyerahkan usulan revisi UU Pilkada ini kepada pimpinan DPR. Revisi UU Pilkada ini disampaikan secara perorangan karena tidak mendapat dukungan dari seluruh perwakilan fraksi yang ada di Komisi II.

Mereka yang menandatangani usulan ini berasal dari fraksi parpol yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih, yakni Fraksi Partai Golkar dari kubu Aburizal Bakrie, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, PAN, dan Partai Persatuan Pembangunan versi Djan Faridz.

Revisi UU Pilkada dimaksudkan agar Golkar dan PPP bisa menggunakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mendaftar pilkada. Peraturan Komisi Pemilihan Umum mengatur bahwa parpol yang berselisih harus memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah melakukan islah untuk bisa ikut pilkada. (Ihsanuddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie