JAKARTA. Akhirnya PT Freeport Indonesia mengajukan diri mengubah status dari kontrak karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi (OP). Tetapi, proposal yang diajukan pada Minggu (15/1) itu meminta beberapa syarat. Jurubicara PT Freeport Indonesia Riza Pratama mengungkapkan, pihaknya telah menyampaikan kesediaan kepada pemerintah untuk berganti menjadi IUPK. Tapi, syaratnya pemerintah menjamin kepastian hukum dan fiskal bagi investasinya. "Kami baru saja menyampaikan kesediaan untuk konversi menjadi IUPK," ungkap dia ke KONTAN, Minggu (15/1).
Proposal perubahan tersebut juga mencantumkan beberapa syarat. Yakni, Freeport meminta kepastian perpanjangan operasi hingga tahun 2041 atau tambahan 20 tahun lagi pasca berakhirnya kontrak tahun 2021. Freeport juga meminta perpajakan tetap atau
nail down. "Kami membutuhkan jaminan fiskal," ujarnya. Freeport juga telah menyampaikan kepada pemerintah terkait komitmen membangun smelter. Perusahaan ini segera melanjutkan pembangunan, segera setelah hak operasionalnya diperpanjang. "Berdasarkan komitmen-komitmen tersebut, kami berharap, pemerintah segera memperpanjang izin ekspor Freeport," ungkap dia. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menyatakan, pihaknya memang sudah menerima pengajuan itu. "Informasinya memang demikian," kata dia. Namun sayang Bambang belum bisa memastikan apakah syarat yang diminta Freeport akan dipenuhi. Bambang juga tak menjawab apakah PT Amman Mineral Nusa Tenggara juga mengajukan diri menjadi IUPK. Sementara Jurubicara PT Amman Mineral Nusa Tenggara Rubi Purnomo tidak merespons panggilan telepon KONTAN dan pesan singkat. Ahmad Redi, Pakar Hukum Sumber Daya Alam dari Universitas Tarumanegara, mengatakan, persyaratan yang diminta oleh Freeport sangat tidak rasional dan cenderung berorientasi pada keuntungan diri sendiri. "Pemerintah tidak boleh menuruti aturan tersebut," kata dia. Menurutnya, pemerintah harus tegas memaksa Freeport membangun smelter atau tidak boleh ekspor konsentrat. Selain itu, pemerintah sebaiknya membiarkan kontrak Freeport sampai tahun 2021 dan melakukan evaluasi apakah dapat diperpanjang atau tidak. Apalagi sangat memungkinkan setelah tahun 2021 mendatang operasi tambang bekas Freeport bisa dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dan membentuk tim persiapan pengelolaan oleh potensi nasional bekas operasi tambang Freeport .
"Pemerintah harus tegas, bukan malah mengikuti alur kemauan Freeport. Syarat tersebut harus ditolak," tegasnya. Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus) Budi Santoso, mengatakan, syarat-syarat itulah yang selama ini diinginkan Freeport sehingga menyandera pembangunan smelter dan divestasi. Namun demikian, jika benar-benar konsisten untuk kepentingan nasional, pemerintah seharusnya tidak memperpanjang kontrak Freeport. "Kalau Freeport sudah IUPK, seharusnya mengikuti aturan IUPK dan tidak ada pengecualian lagi," ujarnya. n Kota akhir Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie