JAKARTA. Bola panas kebijakan hilirisasi mineral masih belum reda meskipun pemerintah telah menerbitkan empat aturan baru terkait pelaksanaan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Sekarang, tekanan kepentingan penambang besar terhadap sumber daya alam di Indonesia kembali datang berupa penolakan pungutan bea keluar.Bahkan, hingga sekarang, pemerintah belum menetapkan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) tahun 2014 milik PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara. Pembahasan rencana produksi sekaligus modal kerja tahunan kedua perusahaan digelar oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Selasa (21/1) dan Rabu (22/1).Pemerintah menginginkan produksi konsentrat Freeport dan Newmont tetap stabil di tahun ini. Sementara, kedua perusahaan justru berencana memangkas produksi karena keberatan pungutan bea ekspor sebesar 25%.Muhammad Husni, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Nusa Tenggara Barat bilang, kebijakan baru berupa bea keluar ini akan membuat pihak Newmont akan kesulitan melakukan kegiatan produksi. "Keputusan RKAB belum final, kami akan menunggu rapat lanjutan dengan Kementerian Perusahaan maupun dengan Newmont," kata dia kepada KONTAN usai mengikuti rapat pembahasan RKAB di Kantor Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Rabu kemarin.Di hari sebelumnya, Petrus Yumte, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Mimika mengatakan, Freeport juga berencana memangkas produksinya sesuai dengan kapasitas kebutuhan bahan baku yang dimiliki PT Smelting, yakni sekitar 1 juta ton konsentrat per tahun. "Mereka tidak bersedia untuk pungutan bea keluar," jelas dia.Sayangnya, KONTAN belum memperoleh konfirmasi baik dari manajemen Freeport maupun Newmont terkait rencana produksi masing-masing perusahaan di tahun 2014 ini.Meskipun kedua perusahaan berupaya memangkas jumlah produksi, pemerintah tetap akan berupaya meminta perusahaan mempertahankan atau bahkan meningkatkan produksi. Sebab, jika ada penurunan produksi akan berdampak buruk pada pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran, serta penurunan penerimaan negara maupun perkembangan perekonomian daerah.Seperti diketahui, pemerintah telah menerbitkan empat peraturan baru turunan UU Nomor 4/2009 tentang Mineral dan Batubara. Yakni, PP Nomor 1/2014, Permen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1/2014 dan Permendag Nomor 4/2014, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK/011/2014 terkait kegiatan ekspor mineral.Di sana dikatakan, terdapat mineral olahan tanpa pemurnian yang masih boleh diekspor hingga 2017 mendatang, yakni konsentrat tembaga, bijih besi, pasir besi, mangan, timbal, dan seng. Dengan syarat, telah memenuhi batasan kadar minimum serta mambayar bea keluar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Freeport dan Newmont hindari pungutan bea ekspor
JAKARTA. Bola panas kebijakan hilirisasi mineral masih belum reda meskipun pemerintah telah menerbitkan empat aturan baru terkait pelaksanaan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Sekarang, tekanan kepentingan penambang besar terhadap sumber daya alam di Indonesia kembali datang berupa penolakan pungutan bea keluar.Bahkan, hingga sekarang, pemerintah belum menetapkan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) tahun 2014 milik PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara. Pembahasan rencana produksi sekaligus modal kerja tahunan kedua perusahaan digelar oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Selasa (21/1) dan Rabu (22/1).Pemerintah menginginkan produksi konsentrat Freeport dan Newmont tetap stabil di tahun ini. Sementara, kedua perusahaan justru berencana memangkas produksi karena keberatan pungutan bea ekspor sebesar 25%.Muhammad Husni, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Nusa Tenggara Barat bilang, kebijakan baru berupa bea keluar ini akan membuat pihak Newmont akan kesulitan melakukan kegiatan produksi. "Keputusan RKAB belum final, kami akan menunggu rapat lanjutan dengan Kementerian Perusahaan maupun dengan Newmont," kata dia kepada KONTAN usai mengikuti rapat pembahasan RKAB di Kantor Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Rabu kemarin.Di hari sebelumnya, Petrus Yumte, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Mimika mengatakan, Freeport juga berencana memangkas produksinya sesuai dengan kapasitas kebutuhan bahan baku yang dimiliki PT Smelting, yakni sekitar 1 juta ton konsentrat per tahun. "Mereka tidak bersedia untuk pungutan bea keluar," jelas dia.Sayangnya, KONTAN belum memperoleh konfirmasi baik dari manajemen Freeport maupun Newmont terkait rencana produksi masing-masing perusahaan di tahun 2014 ini.Meskipun kedua perusahaan berupaya memangkas jumlah produksi, pemerintah tetap akan berupaya meminta perusahaan mempertahankan atau bahkan meningkatkan produksi. Sebab, jika ada penurunan produksi akan berdampak buruk pada pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran, serta penurunan penerimaan negara maupun perkembangan perekonomian daerah.Seperti diketahui, pemerintah telah menerbitkan empat peraturan baru turunan UU Nomor 4/2009 tentang Mineral dan Batubara. Yakni, PP Nomor 1/2014, Permen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1/2014 dan Permendag Nomor 4/2014, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK/011/2014 terkait kegiatan ekspor mineral.Di sana dikatakan, terdapat mineral olahan tanpa pemurnian yang masih boleh diekspor hingga 2017 mendatang, yakni konsentrat tembaga, bijih besi, pasir besi, mangan, timbal, dan seng. Dengan syarat, telah memenuhi batasan kadar minimum serta mambayar bea keluar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News