Freeport minta kuota ekspor 1,1 juta ton



JAKARTA. Setelah dua bulan bernegosiasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PT Freeport Indonesia (PTFI) akhirnya mengajukan kegiatan ekspor konsentrat ke Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan kuota 1,1 juta ton konsentrat tembaga.

Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama menyatakan bahwa pihaknya sedang dalam proses pengajuan kegiatan ekspor konsentrat tembaga ke Kemendag setelah mendapatkan rekomendasi dari Kementerian ESDM. "Sekarang sedang dalam proses in ke Kemendag, kuota ekspornya 1,1 juta ton untuk enam bulan ke depan (Oktober)," terangnya kepada KONTAN, Jumat (21/4).

Adapun Freeport juga mendapatkan bea keluar lebih kecil yakni 5%. Dibandingkan dengan aturan yang ada dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 tahun 2017 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, yang seharusnya 7,5%.


Dalam PMK 13/2017 itu disebutkan, untuk mendapatkan bea keluar 5%, kegiatan pembangunan fisik fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) sudah harus 30%. Tapi, Kementerian memberikan keringanan dengan cara melakukan kesepakatan melalui Memorandum of Understanding (MoU) yang isinya Freeport mendapatkan bea keluar 5% sampai bulan Oktober.

"Bea keluar kita disepakati 5%," tuturnya.

Adapun sebelumnya Freeport memangkas kegiatan produksi konsentrat tembaga sampai 40%. Itu sesuai dengan kebutuhan PT Smelting di Gresik, Jawa Timur yang memurnikan konsentrat Freeport. Dengan diberikan ekspor kali ini maka kegiatan produksi ore 180.000 per hari akan normal kembali.

"Secepatnya kapal ekspor datang. Tentunya dengan Surat Persetujuan Ekspor (SPE) yang sudah diberikan nanti," tandasnya.

Asal tahu saja, saat ini Freeport menyandang dua status. Yakni, izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dan kontrak karyanya (KK) sampai negosiasi dengan pemerintah dalam kurun waktu enam bulan ini selesai.

Status ganda itu terjadi, dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Nomor 28 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permen ESDM No. 5/2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.

Di dalam beleid itu, merevisi ketentuan dalam pasal 19 Permen ESDM No. 5/2017 yang kurang lebih menyatakan pemberian IUPK berarti pengakhiran kontrak karya. Sedangkan bentuk revisinya menjadi, IUPK diberikan untuk jangka waktu sampai berakhirnya jangka waktu kontrak karya atau untuk jangka waktu tertentu dalam rangka penyesuaian kelanjutan operasi.

Kemudian disebutkan pula pada saat IUPK diberikan, kontrak karya serta kesepakatan lainnya antara pemerintah dengan pemegang kontrak karya tetap berlaku. Selain itu memuat ketentuan kontrak karya dapat diberlakukan kembali bila tidak terdapat penyelesaian dalam penyesuaian IUPK.

Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM, Sujatmiko mengatakan, apabila dalam negosiasi selama enam bulan atau Oktober ditetapkan status Freeport berubah menjadi IUPK.

"Maka ketentuan bea keluar harus mengikuti IUPK, sesuai yang berlaku dikemudian hari seperti apa," terangnya

Apabila Freeport tidak sepakat untuk merubah statusnya menjadi IUPK dan bertahan dalam kontrak karya. Maka kegiatan ekspor konsentrat Freeport dihentikan.

Adapun setelah MoU mengenai bea keluar 5% ditandatangani oleh Menteri ESDM, Ignasius Jonan. Sujatmiko mengungkapkan PTFI telah berniat mengajukan rekomendasi izin ekspor baru. Dengan demikian, apabila diperoleh, rekomendasinya akan lebih panjang dua bulan dari sebelumnya karena bisa berakhir hingga April 2018 dan bukan Februari 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto