Freeport pilih ekspansi smelter, IMA: Ini tak bertentangan dengan UU dan IUPK



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesia Mining Association (IMA) ikut berkomentar terkait keputusan PT Freeport Indonesia (PTFI) yang lebih memilih melakukan ekspansi smelter tembaga eksisting di PT Smelting, ketimbang membangun smelter yang baru.

Keputusan ini sebenarnya sudah diisyaratkan oleh pengendali PTFI, yakni Freeport McMoran (FCX) pada Oktober lalu. Ekspansi dilakukan dengan menambah kapasitas PT Smelting sebanyak 30%, dari 1 juta dry metric ton (dmt) menjadi 1,3 juta dmt. Ekspansi ini ditargetkan rampung pada tahun 2023, tahun dimana PTFI seharusnya menyelesaikan pembangunan smelter tembaga baru di JIIPE, Gresik, Jawa Timur.

Pelaksana Harian Direktur Eksekutif IMA Djoko Widajatno, membela kebijakan Freeport tersebut. Menurut Djoko, apa yang diputuskan Freeport soal smelter tembaga itu tidak bertentangan dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 alias UU Minerba, maupun kewajiban dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang sudah didapatkan PTFI pada Desember 2018 lalu.


Djoko berpandangan, UU Minerba tidak menyebutkan persyaratan khusus. Katanya, yang penting perusahaan melakukan hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah bijih. Dalam hal ini nilai tambah bijih tembaga menjadi katoda tembaga.

Baca Juga: Sikap tegas pemerintah ditunggu terkait penolakan Freeport bangun smelter baru

"Jadi meningkatkan kapasitas smelter sudah memenuhi janji perpanjangan IUPK dan UU minerba," kata Djoko kepada Kontan.co.id, Minggu (15/11).

Namun, bisa berbeda ceritanya jika aturan pelaksanaan UU Minerba yakni Peraturan Pemerintah (PP) menyebutkan secara tegas bahwa hilirisasi wajib dilakukan perusahaan dengan membangun smelter baru. "Diwajibkan punya smelter, apakah baru atau yang sudah ada, tidak disyaratkan, kecuali ada PP yang sedang disusun ada perubahan," sambung Djoko.

Masih menurut Djoko, apa yang terjadi pada PTFI seharusnya tidak menjadi preseden buruk bagi perusahaan lainnya yang sedang membangun smelter. Apalagi setiap komoditas mineral memiliki karakteristik yang berbeda.

Dia justru menilai, apa yang dilakukan PTFI memperlihatkan itikad baik di tengah tekanan bisnis dan keuangan perusahaan akibat pandemi covid-19.  "Tidak akan terjadi dampak yang buruk. Saat ini perusahaan Kesukaran Keuangan dan jika ada pengembangan smelter, sudah ada itikad baik dari PTFI untuk melaksanakan hilirisasi, sebagaimana diamanatkan UU minerba," pungkas Djoko.

Dihubungi terpisah, Vice President Corporate Communication Freeport Indonesia Riza Pratama menyampaikan bahwa pada Jum'at (13/11) lalu, telah ditandatangani nota kesepahaman (MoU) ekspansi PT Smelting oleh Mitsubishi Material Corporation (MMC) dan PTFI.

Riza bilang, penandatanganan MoU tersebut disaksikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif. 

"Ekspansi pabrik peleburan dan pemurnian tembaga di Gresik yang berdiri sejak 1996 ini bertujuan meningkatkan kapasitas PTS dari 1 juta menjadi 1,3 juta DMT per tahun dengan pembiayaan dari PTFI," kata Riza kepada Kontan.co.id, Minggu (15/11).

Riza menyebut, ekspansi Smelting ini merupakan pemenuhan kewajiban PTFI terkait pengolahan dan/atau pemurnian konsentrat di dalam negeri. "Pekerjaan ekspansi PT Smelting ini dijadwalkan untuk selesai pada tahun 2023," ungkapnya.

Namun, Riza belum membeberkan secara rinci berapa investasi yang telah disiapkan PTFI. Sebelumnya, Chief Executive Officer Freeport McMoran Richard Adkerson mengungkapkan ketimbang membangun smelter baru, pihaknya menawarkan alternatif lain.

Baca Juga: Freeport dan Mitsubishi sepakat kapasitas smelter tembaga Gresik diperluas 30%

"Sebagai alternatif, ketimbang membangun smelter baru (sebaiknya) memperluas kapasitas smelter eksisting dan menambah pabrik logam mulia," ujar Richard dalam conference call kuartal III Freeport McMoran, dikutip Selasa (27/10).

Kendati demikian, Richard memastikan perluasan kapasitas smelter eksisting pun tidak akan mampu memproses seluruh produksi konsentrat dimasa mendatang.

Untuk itu, ia memastikan perlu ada persetujuan pemerintah untuk ekspor konsentrat yang tidak mampu ditampung smelter eksisting yang akan diperluas.

Sementara itu, Executive Vice President and Chief Financial Officer Freeport McMoran Kathleen Quirk mengungkapkan investasi untuk smelter baru memakan biaya lebih besar ketimbang usulan perluasan smelter eksisting.

"Estimasi sebelumnya untuk smelter baru US$ 3 miliar dan estimasi untuk perluasan smelter Gresik untuk 30% perluasan sekitar US$ 250 juta dan jumlah yang sama untuk pemurnian logam mulia," ujar Kathlee.

Selanjutnya: Rekomendasi: Sektor logam industri dan mineral berprospek cerah usai Biden menang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi