FREN Berpotensi Gagal Bayar Obligasi Rp 675 M



JAKARTA. Bak virus ganas, krisis pasar finansial global yang membuat pasar obligasi lokal demam, kini mulai memakan korban. PT Mobile-8 Telecom Tbk (FREN) ingin merestrukturisasi obligasi rupiah Rp 675 miliar. Jika masalah FREN tidak terpecahkan, obligasi itu terancam gagal bayar atau default.

Sebelumnya, pada bulan lalu, perusahaan operator telekomunikasi yang punya merek dagang Fren ini juga tidak bisa memenuhi tenggat waktu pembelian kembali obligasi dolar sebesar US$ 100 juta. "Gagal bayar obligasi dolar akan memicu gagal bayar (cross default) obligasi rupiah," kata Ivan Palacios, analis Moody's Investors Service, dalam riset teranyarnya tentang obligasi FREN yang terbit awal pekan ini.

Asal tahu saja, surat utang rupiah FREN itu akan jatuh tempo Maret 2012. Obligasi ini berbunga 12,375% per tahun yang dibayarkan setiap tiga bulan. Nah, Ivan meragukan kemampuan FREN dalam membayar surat utang itu.


Hingga akhir September 2008, kas dan setara kas, serta dana investasi jangka pendek FREN hanya Rp 681,33 miliar. Adapun kuartal keempat ini, ia memperkirakan, arus kas FREN sudah negatif.

FREN juga tidak bisa berharap banyak dari pendapatan usahanya. Hingga akhir kuartal ketiga 2008, pendapatan perusahaan ini sebesar Rp 610,77 miliar atau merosot 2,48% dibandingkan angka pada periode yang sama 2007. Pada periode itu, FREN juga merugi Rp 275,29 miliar. Padahal, pada kuartal ketiga 2007, mereka masih bisa meraup untung sebesar Rp 55,01 miliar.

Alhasil, Moody's menurunkan peringkat (rating) perusahaan FREN dari Caa2 menjadi Ca, dengan prospek negatif. Artinya, rating FREN bisa turun lagi. Standard & Poor's Ratings Services (S&P) menempuh langkah serupa. Pada 1 Desember lalu, lembaga pemeringkatan ini menurunkan rating utang FREN dari CC menjadi D. "Perusahaan akan sulit membayar surat utangnya karena kesulitan likuiditas," kata Manuel Guerena, analis kredit S&P.

Ngotot lakukan restrukturisasi

Direktur Keuangan FREN Anthony Chandra Kartawiria mengatakan, perusahaannya berencana merestrukturisasi obligasi rupiah itu bersamaan dengan restrukturisasi obligasi dolar senilai US$ 100 juta. Maklum, pada 26 November lalu, wali amanat obligasi dolar FREN menyatakan perusahaan masuk dalam kategori gagal bayar. Sebab, FREN tidak bisa menunaikan kewajibannya membeli kembali surat utang terbitan Agustus 2008 itu. DB Trustee Limited Hong Kong, sebagai wali amanat obligasi, masih memberi waktu hingga 16 Desember nanti.

FREN wajib membeli kembali surat utang yang diterbitkan anak usahanya, Mobile-8 Telecom Finance Company B.V., karena ada perubahan pengendali perusahaan dari PT Global Mediacom Tbk (BMTR) jadi Jerash Investment. Investor asal Timur Tengah itu kini memiliki 32% saham FREN.

Anthony mengakui, pihaknya memang tidak bisa membeli kembali surat utang itu. FREN sudah dua kali mengirimkan surat permintaan restrukturisasi utang ke DB Trustee, pada 6 November dan 18 November lalu. Tapi, wali amanat itu tak merespon dan memaksa Mobile-8 segera menunaikan kewajibannya.

Toh, FREN tak patah arang menyodorkan proposal restrukturisasi obligasi dolar dan rupiah itu. "Ada banyak opsi, kami tak boleh mengungkapkan," kata Anthony kepada KONTAN, kemarin.

Analis obligasi Danareksa Sekuritas Erisa Habsjah bilang, para pemegang obligasi masih menunggu hingga pertengahan Desember nanti. Apakah Mobile-8 bisa membeli kembali obligasi itu atau tidak. Dia menambahkan, opsi yang paling mungkin ditempuh FREN adalah meminta suntikan modal dari pemegang sahamnya.

Sebelumnya, akhir Oktober lalu, Bursa Efek Indonesia mempertanyakan kemampuan FREN membayar dua obligasi tersebut. Sebab, FREN baru saja menderita kerugian akibat transaksi derivatif dengan Lehmann Brothers yang kini sudah almarhum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie