FREN Harus Tambah 20% Jaminan Obligasi Rupiah



JAKARTA. Kesulitan terus mendera PT Mobile-8 Telecom Tbk (FREN). Kemarin, perusahaan operator telekomunikasi pemilik merek dagang FREN ini gagal memenuhi tenggat waktu pembelian kembali (buy back) obligasi senilai US$ 100 juta. Pada saat bersamaan, FREN juga harus menambah jaminan obligasi rupiah sebesar Rp 675 miliar.

Dokumen penerbitan obligasi rupiah FREN pada Maret 2007 mencantumkan klausul yang mewajibkan FREN menambah jaminan dari 110% menjadi 130% dari pokok obligasi, jika peringkat obligasi yang jatuh tempo Maret 2012 itu turun hingga di bawah BBB.

Nah, pada 3 Desember 2008, Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menurunkan peringkat obligasi rupiah FREN dari BBB- menjadi CCC. Pefindo menurunkan peringkat surat utang FREN akibat imbas potensi gagal bayar atau default obligasi dolar. Itu berarti, sesuai klausul tadi, FREN harus menambah nilai jaminan sebanyak Rp 135 miliar, atau setara 20% dari pokok obligasi senilai Rp 675 miliar.


Penambahan nilai jaminan itu harus mendapat persetujuan wali amanat obligasi, yaitu Bank Permata. Direktur Keuangan FREN Anthony Chandra Kartawiria mengatakan, perusahaannya masih memiliki waktu hingga 40 hari ke depan untuk menambah jaminan obligasi rupiah. "Kami masih punya waktu sampai Februari 2009," ujarnya kepada KONTAN, kemarin. Terakhir kali Mobile-8 membayar kupon tujuh obligasi rupiah Rp 20,5 miliar pada Senin (15/12).

Menurut Anthony, FREN berniat merestrukturisasi surat utang itu, tanpa merinci skemanya. FREN menempuh langkah itu karena tak punya duit banyak. Hingga akhir September lalu, mereka hanya punya kas dan setara kas senilai Rp 160,17 miliar. Investasi jangka pendeknya juga cuma Rp 521,16 miliar.

Proses negosiasi masih jalan

Berbarengan dengan kisah itu, muncul cerita sedih lain. FREN gagal memenuhi permintaan wali amanat obligasi dolar, yaitu DB Trustees Limited, agar membeli kembali surat utang senilai US$ 100 juta tersebut. Padahal, jatuh tempo buy back obligasi FREN adalah kemarin (16/12). Anthony bilang, pihaknya sudah bertemu dengan para pemegang obligasi terbitan anak usahanya, Mobile-8 Telecom Finance Company, di Singapura dua hari lalu dan menyorongkan proposal restrukturisasi utang itu. "Kami membicarakan usulan dari kami dan usulan dari mereka, lalu dicari ketemunya seperti apa," katanya.

Mobile-8 menawarkan empat opsi restrukturisasi. Pertama, perpanjangan jangka waktu pembayaran. Kedua, pengurangan nilai kewajiban pembayaran utang. Ketiga, penundaan pembayaran kupon dalam beberapa tahun ke depan. Keempat, konversi utang menjadi kepemilikan saham FREN. Namun FREN dan para pemegang obligasi belum mencapai kesepakatan. "Negosiasi masih berjalan," tepis Anthony.

Sebenarnya, jatuh tempo surat utang tersebut baru Maret 2013 mendatang. Tapi, berhubung ada pergantian pemegang saham pengendali, masa jatuh tempo dipercepat. Ketentuan itu tercantum dalam perjanjian obligasi dolar AS itu. FREN juga harus membeli balik obligasi seharga 101% dari nilai nominal.

Pemegang saham mayoritas FREN memang baru berubah. Sejak November 2008, Jaresh Investment menjadi pemegang saham mayoritas FREN dan menguasai 32%. Jerash menggusur PT Global Mediacom Tbk (BMTR) yang kini memiliki 19% saham FREN. Menuru t Anthony bilang, kini tak ada pemegang saham pengendali di tubuh FREN.

DB Trustees memberi tenggat waktu hingga 16 Desember 2008 bagi FREN untuk mencapai kesepakatan. Sang wali amanat ini juga memberikan status event of default bagi FREN. Akibatnya, persoalan FREN tambah pelik. Mereka harus segera melunasi obligasi rupiah jika obligasi dolar dalam status default.

Nah, menurut Analis Danareksa Sekuritas Erisa Habsjah, status default obligasi dolar tergantung Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO). "Kini masih tahap awal," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie