FTA Australia-China tak merisaukan



JAKARTA. Langkah Australia dan China yang sepakat menandatangani perjanjian kerjasama bebas alias Free Trade Agreement (FTA) tak membuat pengusaha Indonesia ketar ketir. Sebab, Indonesia masih dianggap sebagai pasar potensial bagi produsen asal Negeri Kanguru itu.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Ratna Sari Lopis, mengatakan, walaupun 55% dari suplai gandum untuk industri tepung terigu didatangkan dari Australia, setelah FTA berlaku, suplai ke pasar Indonesia tidak akan terpengaruh. Terlebih, kedua negara itu merupakan penghasil gandum. 

Dia yakin, kebutuhan kedua negara dapat terpenuhi dari produksi dalam negerinya masing-masing. Jadi, pasokan ke Indonesia masih tergolong aman. "Kadang, kami juga ada gandum dari China," kata Ratna, Rabu (19/11).


Catatan saja, sebanyak 30% dari produksi gandum Australia memang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Nah, sisanya baru diekspor untuk memenuhi kebutuhan pasar dunia. Disamping itu, adanya perusahaan produksi terigu yang memiliki ladang gandum di Australia juga membuat pengusaha dalam negeri tenang.

Selama ini, Australia memang menjadi pemasok terbesar untuk gandum ke pasar Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor gandum asal Australia mencapai 1,43 juta ton per April 2014. Selain Australia, Indonesia mengimpor gandum dari Amerika Serikat dan Kanada (lihat tabel). Di luar gandum dan daging sapi, negara yang dipimpin Tony Abbot ini menjadi pemasok garam terbesar ke Indonesia. 

Tingkatkan produksi

Dari data Kementerian Perdagangan, total perdagangan Indonesia dan Australia per Agustus 2014 mencapai US$ 7,07 miliar. Sekitar US$ 6,07 miliar di antaranya merupakan perdagangan non migas. Angka ini naik 23% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Meski begitu, posisi perdagangan Indonesia memang menjadi kurang menguntungkan akibat FTA Australia-China itu. Sebab, Indonesia masih banyak bergantung pada impor sapi dari Australia. Namun Deputi Bidang Pengendalian Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Azhar Lubis mengaku tak khawatir. Menurutnya, inilah saatnya mengurangi ketergantungan impor dari satu pemasok saja. "Sekarang tinggal tingkatkan produksi dalam negeri supaya tidak tergantung terus," ujarnya 

Lagipula, impor daging sapi tidak melulu dari Australia. Masih ada negara lain seperti Selandia Baru dan Jepang. "Ini memacu kita tidak terlena dengan impor," tambahnya. Beberapa cara pun sudah dilakukan pengusaha Indonesia untuk meningkatkan produksi seperti dengan pengunaan lahan kelapa sawit untuk peternakan sapi. 

Di luar dua jenis komoditas tersebut, pemerintah juga tidak khawatir. Untuk sektor pertanian seperti buah impor, jika terjadi pengurangan volume impor dari Australia, hal itu masih bisa diatasi oleh negara lainnya.

Seperti diketahui, FTA antara Australia dan China baru ditandatangani awal pekan ini. Menurut data dari Bank Commonwealth Australia, nilai perdagangan kedua negara mencapai A$ 151 miliar atau sekitar US$ 132 miliar pada tahun lalu. China memasok 20% dari total impor Australia dan membeli 35% dari keseluruhan ekspor Australia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto