Fundamental kuat, alasan BI pertahankan bunga



JAKARTA. Pasca Federal Open Market Committe (FOMC) memutuskan untuk menaikkan suku bunganya pada bulan ini, Bank Indonesia (BI) mengaku akan kembali mengkaji kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) di tahun depan. BI mengaku akan menjaga keseimbangan stabilitas makro ekonomi dan pemulihan ekonomi ke depan.

Dalam rapat dewan gubernur (RDG) bulan ini, BI kembali memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day reverse repo rate di level 4,75%. BI juga memutuskan mempertahankan deposit facility di level 4% dan lending facility di level 5,5%.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan, pihaknya memandang bahwa pelonggaran kebijakan ekonomi moneter yang telah dilakukan melalui penurunan suku bunga acuan dan giro wajib minimum (GWM) masing-masing sebesar 150 basis poin (bps) serta kebijakan fiskal serta reformasi struktural yang dilakukan pemerintah masih perlu diperkuat efektivitasnya.


"Ini kita akan terus dorong transmisinya agar terus berlangsung sehingga akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi di 2017," kata Juda, Kamis (15/12).

Lebih lanjut menurutnya, meski FOMC mensinyalkan kenaikan suku bunga sebanyak tiga kali di tahun depan, hal tersebut masih belum pasti. Sebab, beberapa petinggi FOMC juga belum satu suara mengenai besaran kenaikan tersebut di tahun depan. Oleh karena itu lanjut Juda, pihaknya juga akan kembali mengkaji perhitungan kenaikan suku bunga AS di tahun depan.

Juda bilang, kenaikan suku bunga AS yang lebih ekspansif memang akan berdampak pada penguatan mata uang negeri Paman Sam tersebut. Namun demikian, ia melihat dampak terhadap masing-masing negara, berbeda-beda.

"Saat ini Indonesia dalam posisi (fundamental) jauh lebih baik dibanding 2013. Tahun 2013 kenaikan DXY dollar index memang cepat sekali. Sekarang ada indikasi dollar indeks menguat, tapi dampak ke Indonesia jauh berbeda dengan 2013," tambahnya.

Ia juga mengatakan, arus modal asing keluar (capital outflow) akibat sentimen kenaikan suku bunga AS telah terjadi di bulan November lalu. Pihaknya masih optimistis investor asing tak berbondong-bondong keluar dari Indonesia sebagaimana yang terjadi pada tahun 2013 lalu.

Pihaknya memandang pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal keempat tahun ini akan membaik karena didorong oleh kinerja ekspor. Hal tersebut sejalan dengan adanya kenaikan sejumlah harga komoditas. BI memperkirakan, pertumbuhan ekonomi domestik di akhir tahun bisa sedikit melebihi angka 5%.

Namun demikian, pihaknya juga akan mewaspadai risiko lain yang berasal dari domestik. Yaitu, pengaruh kenaikan harga yang diatur pemerintah (administered price) terhadap inflasi tahun depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia