KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) dinilai punya prospek yang kurang menarik pada tahun ini. Kondisi fundamental yang mulai kendor hingga valuasi sahamnya yang disebut terlalu tinggi jadi dua faktor yang membuat BBCA dianggap kurang menarik. Analis Maybank Sekuritas Indonesia Rahmi Marina memperkirakan pada kuartal pertama 2022 ini, BBCA akan bisa mendapatkan laba hingga Rp 9 triliun atau tumbuh 28% secara
year on year. Menurutnya, perolehan tersebut lebih didorong oleh faktor penurunan secara tahunan pada
credit cost-nya. Rahmi juga mengekspektasikan
outstanding loans milik BBCA tidak akan banyak berubah secara tahunan pada kuartal pertama 2022. Hal ini lantaran periode awal tahun secara musiman memang memiliki permintaan kredit yang cenderung rendah.
Baca Juga: Simpanan Nasabah BCA di Atas Rp 5 Miliar Naik 17% per Maret 2022 Ditambah lagi, dia melihat masih lemahnya permintaan KPR untuk properti mewah yang menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan pinjaman konsumen BBCA. “Kami masih memperkirakan akan ada pertumbuhan 8% secara yoy untuk portofolio pinjaman BBCA pada kuartal pertama 2022, namun ini utamanya lebih didorong oleh ekspansi pada kuartal IV-2021 yang kebanyakan adalah pinjaman korporasi,” ungkap Rahmi dalam risetnya pada 8 April. Lebih lanjut, Rahmi memperkirakan pertumbuhan deposito BBCA masih solid di kisaran 15-16% pada kuartal II-2022, sehingga pendanaan seharusnya tidak akan jadi masalah. Hanya saja, ia menyoroti bagaimana
loan to deposit ratio (LDR) BBCA yang diperkirakan hanya 64% pada kuartal pertama 2022.
Baca Juga: Bunga Mekar Bank Digital Dorong DPK Padahal, rata-rata LDR peers berada di level 85%. Menurut dia, ini mengindikasikan pertumbuhan permintaan pada BBCA yang cenderung lebih lemah dibandingkan bank besar lainnya. Pada akhirnya, hal tersebut bisa memperlambat pertumbuhan
return on equity (ROE) BBCA ke depan. Selain itu, dia juga menyoroti kualitas pinjaman BBCA pada tahun ini. Pihaknya masih berasumsi
non performing loan (NPL) BBCA pada akhir tahun masih sesuai target, yakni 2,1%. Hanya saja, jika dilihat dari trennya sejauh ini, terdapat potensi rasio tersebut naik ke level 2,3% pada kuartal I-2022 (kuartal IV-2021: 2,2%). Rahmi menilai hal tersebut seiring dengan naiknya NPL pada segmen komersial dan UMKM. Dengan asumsi Maybank Sekuritas Indonesia bahwa
credit cost ada di 1%, maka
loan loss coverage (LLC) pada kuartal pertama 2022 akan sebesar 237%, di bawah 255% yang merupakan proyeksi rata-rata untuk LLC peers.
Baca Juga: Info Terkini: Insentif Prakerja Bisa Dicairkan Lewat BCA, Ini Caranya “Agar BBCA bisa kembali mendapatkan buffer biaya pencadangan yang superior, NPL-nya harus bisa di bawah 2% atau
credit cost naik jadi 1,4%. Hanya saja, untuk opsi kedua akan membuat pertumbuhan EPS-nya pada tahun ini lebih rendah dari ekspektasi kami yang sebesar 14,2% seiring outlook NIM maupun pertumbuhan pinjaman BBCA yang biasa saja,” imbuhnya.
Pada tahun ini, Rahmi memproyeksikan BBCA bisa mengantongi pendapatan sebesar Rp 81,4 triliun dengan laba bersih sebesar Rp 35,89 triliun. Sementara itu, berdasarkan hitungannya, pertumbuhan pinjaman BBCA pada tahun ini akan berada di bawah rata-rata peers. Bahkan, ia juga mengantisipasi penurunan kualitas kredit dan
buffer biaya pencadangan BBCA dari posisi akhir tahun lalu. Hal tersebut pada akhirnya tidak menjustifikasi valuasi premium BBCA saat ini yang ada di 4,4x P/BV untuk 2022. Oleh sebab itu, Maybank Sekuritas Indonesia memberi rating jual untuk saham BBCA dengan target harga Rp 6.400 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati