Fundamental rupiah mulai kuat



JAKARTA. Ada potensi Bank Indonesia (BI) bakal memangkas suku bunga acuan atau BI rate pada rapat dewan gubernur (RDG) tanggal 17–18 Februari 2016 ini. Jika terjadi, nilai tukar rupiah akan mengalami depresiasi, tapi hanya dalam jangka pendek.

Research & Analyst Divisi Treasury Bank Negara Indonesia Trian Fathria menilai, jika BI memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pekan ini, rupiah akan mengalami koreksi jangka pendek.

Namun pelemahannya tak signifikan, karena pasar sudah mengantisipasi. "Penurunan 25 bps juga tidak terlalu tinggi dan sesuai harapan pasar," jelas dia.


Justru, penurunan suku bunga akan memberi dampak positif dalam jangka panjang bagi rupiah. Maklum saja, penurunan BI rate akan berdampak positif bagi sektor riil dan makroekonomi.

Meski begitu, tidak semua pakar sependapat. Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyarankan, BI rate tetap dipertahankan di 7,25%. "Ada baiknya menunggu keputusan suku bunga The Fed pada FOMC meeting di Maret 2016, baru dievaluasi apakah BI rate perlu dipangkas atau dipertahankan," jelas Josua.

Jika suku bunga dipangkas bulan ini, Josua memprediksi capital inflow di pasar modal dan keuangan Indonesia yang sedang naik tajam bisa terhenti. Dus, dalam jangka pendek, rupiah akan melemah.

Prediksi Josua, rupiah bisa melemah ke kisaran Rp 13.400-Rp 13.700 per dollar AS bila suku bunga turun. Sebaliknya, jika BI rate dipertahankan, rupiah bisa menguat di kisaran Rp 13.300-Rp 13.550 per dollar AS.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual punya pendapat beda. Menurut dia, memang akan lebih aman jika BI rate turun di bulan Maret setelah FOMC meeting. "Tapi saya lihat data Amerika Serikat masih lemah, besar kemungkinan mereka menahan suku bunga," ujar David.

Fundamental bagus

David menilai, pelonggaran kebijakan moneter yang diambil BI sejauh ini mendapat respon positif dari pasar. Sebab, hal ini menjadi bukti membaiknya fundamental ekonomi dalam negeri. Sehingga, David optimistis pelaku pasar menyambut baik jika BI rate kembali dipangkas pekan ini.

"Fundamental membaik tercermin dari susutnya defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dan berkurangnya tekanan inflasi," tuturnya.

CAD Indonesia sepanjang tahun lalu mencapai US$ 17,8 miliar, atau 2,06% dari produk domestik bruto (PDB). Ini lebih baik ketimbang CAD 2014 yang tercatat US$ 27,5 miliar atau 3,09% dari PDB. Sedangkan inflasi Januari 2016 hanya sebesar 0,51%. Selama lima bulan terakhir, asing juga masuk ke obligasi negara sekitar Rp 65 triliun.

Katalis positif lainnya, belanja pemerintah Januari 2016 mencapai Rp 1,5 triliun, lebih besar dibandingkan Januari 2015 yang hanya Rp 100 miliar. Suku bunga Bank Sentral Jepang yang minus 0,1% juga memberikan sentimen positif.

Bank Sentral Eropa juga terus stimulus € 60 miliar per bulan. Hal ini menambah daya tarik pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Prediksi David, jangka pendek rupiah bergerak di kisaran 13.200-13.600.

Kurs tengah BI, Selasa (16/2), memperlihatkan, kurs di level Rp 13.333 per dollar Amerika Serikat (AS). Sejak akhir 2015, rupiah menguat 3,34%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie