Fundametal solid, ini rekomendasi saham Surya Citra Media (SCMA) dari Henan Putihrai



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) diproyeksikan akan diuntungkan dengan potensi pertumbuhan belanja iklan nasional serta pertumbuhan bisnis media digital. Namun, dari sisi valuasi, emiten media ini disebut diperdagangkan pada harga yang lebih premium dibandingkan peers.

Analis Henan Putihrai Sekuritas Steven Gunawan mengatakan, permintaan belanja iklan ke depan akan tetap kuat seiring perusahaan-perusahaan perlu untuk tetap menjaga tingkat brand-awareness produknya. Apalagi, tingkat persaingan berpotensi jadi lebih ketat, khususnya pada industri FMCG seiring pemulihan ekonomi.

“Naiknya permintaan iklan tersebut akan menjadi penopang pendapatan SCMA ke depan. Apalagi, saat ini SCTV dan Indosiar memiliki total pangsa pasar sebesar 29% untuk urusan belanja iklan,” kata Steven kepada Kontan.co.id, Selasa (26/10).


Di satu sisi, ia juga melihat bisnis media digital SCMA berada di jalur pertumbuhan yang positif. Hal ini tercermin dari kontribusi bisnis media digital yang saat ini berkontribusi 12% terhadap total pendapatan SCMA. Angka tersebut naik dua kali lipat dibanding kuartal IV-2019.

Steven melihat ada beberapa faktor yang diproyeksi bisa menjadi mendongkrak kenaikan kontribusi bisnis media digital. Pertama, nilai ekosistem bisnis media digital online diestimasikan meningkat sampai Rp 515 triliun hingga 9 tahun ke depan. Lalu, potensi pasar yang besar seiring 38% dari populasi Indonesia didominasi oleh generasi-Z dan milenial yang lebih menggemari teknologi digital.

Baca Juga: Didukung berbagai katalis positif, berikut rekomendasi saham SCMA

Faktor lainnya adalah tingkat penetrasi internet Indonesia tergolong masih rendah, hanya 74% dibandingkan Malaysia yang sebesar 84%. Sementara bisnis media digital SCMA juga sudah solid dengan Kapanlagi Youniverse yang memiliki 100 juta pengguna aktif bulanan dan Vidio sebesar 72 juta pengguna.

“Kami memproyeksikan pendapatan dari bisnis media digital SCMA mencapai Rp 735 miliar dan Rp 810 miliar untuk 2021 dan 2022. Angka ini naik dari pendapatan yang hanya Rp 419 miliar pada 2020,” imbuhnya.

Secara jangka panjang, Steven juga menilai SCMA akan diuntungkan dengan adanya wacana migrasi siaran dari analog ke TV digital. Adapun, pemerintah merencanakan migrasi tersebut dimulai pada April 2022 dan dijadwalkan selesai pada November 2022.

Menurutnya, adopsi teknologi digital tersebut akan memberikan efisiensi operasional bagi SCMA dalam jangka panjang. Walaupun dalam jangka pendek akan membuat adanya tambahan belanja modal yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur siaran digital.

Walau SCMA memiliki fundamental yang bagus, Steven menyebut secara valuasi, SCMA saat ini sudah terlalu mahal. Ia bilang, valuasi SCMA saat ini yang sebesar 15,9/14,0x dari rasio EV/EBITDA untuk 2021 dan 2022 dan Marjin EBITDA yang hanya 34,3%, diperdagangkan pada valuasi yang lebih premium dibandingkan PT Media Citra Nusantara Tbk (MNCN).

 
SCMA Chart by TradingView

Lebih lanjut, valuasi MNCN jauh lebih menarik karena diperdagangkan pada 4,2/3,9x rasio EV/EBITDA untuk 2021 dan 2022 dengan Marjin EBITDA yang lebih superior yaitu 43,3%. Selain itu, Steven menilai pertumbuhan bisnis media digital SCMA sebesar 71% yoy jauh lebih inferior dibandingkan milik MNCN yang tumbuh 117% yoy.

“Suatu emiten kan tidak dilihat dari hanya faktor sentimen dan ekspektasi, melainkan juga faktor penilaian dari para pelaku pasar juga penting. Dalam perihal penilaian pasar terhadap SCMA ini sayangnya sudah tergolong premium,” jelas Steven.

Dengan potensi keuntungan yang bisa diperoleh dari SCMA hanya sebesar 6%, Steven pun merekomendasikan hold untuk saham SCMA dengan target harga Rp 2.200 per saham.

Selanjutnya: IHSG menguat ke 6.663,7 di sesi pertama hari ini (26/10), asing beli BBCA, BBRI, KLBF

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari