Tidak seperti perang konvensional yang mengokang senjata, perang mata uang internasional melibatkan sejumlah kebijakan domestik untuk menekan nilai tukar. Kekhawatiran ancaman perang mata uang dipicu oleh kebijakan Pemerintah Jepang yang melonggarkan kebijakan moneter dan menggelontorkan stimulus fiskal guna menekan yen. Yen yang lebih lemah dipercaya akan mampu meningkatkan daya saing ekspor, sehingga Jepang bisa keluar dari resesi dan deflasi.Perang mata uang global menjadi isu hangat dalam pertemuan G-20 di Moskow, Rusia pada pekan ini. Forum G-20 berusaha menemukan kesepakatan menyikapi kebijakan ekspansif Jepang yang ingin menyeret turun nilai tukar yen, guna mengejar inflasi dan peningkatan ekspor. Kebijakan melemahkan yen dikhawatirkan bakal diikuti negara-negara industri lain. Ini kemudian ditakutkan memicu perang mata uang. Sebelumnya, China juga dituding melemahkan yuan. Rusia, tuan rumah forum G-20, mendorong agar perang mata uang tidak terjadi dengan meminta komitmen kuat melawan manipulasi nilai tukar. Menteri Keuangan Rusia, Anton Siluanov, mengatakan G-20 harus lebih spesifik mengatur campur tangan pemerintah dalam mempengaruhi nilai tukar. "Negara G-20 harus memegang posisi, kebijakan mata uang harus berdasarkan kondisi pasar," katanya. Kelompok G-20 mewakili hampir 90% ekonomi global. Pertemuan dua hari itu dibayangi ancaman perang mata uang internasional yang dipicu kebijakan devaluasi yen. Berbeda dengan perang konvensional, perang mata uang terjadi karena sejumlah negara mendorong melemahnya nilai tukar agar ekspor lebih kompetitif.
G-20 tekan Jepang klarifikasi kebijakan mata uang
Tidak seperti perang konvensional yang mengokang senjata, perang mata uang internasional melibatkan sejumlah kebijakan domestik untuk menekan nilai tukar. Kekhawatiran ancaman perang mata uang dipicu oleh kebijakan Pemerintah Jepang yang melonggarkan kebijakan moneter dan menggelontorkan stimulus fiskal guna menekan yen. Yen yang lebih lemah dipercaya akan mampu meningkatkan daya saing ekspor, sehingga Jepang bisa keluar dari resesi dan deflasi.Perang mata uang global menjadi isu hangat dalam pertemuan G-20 di Moskow, Rusia pada pekan ini. Forum G-20 berusaha menemukan kesepakatan menyikapi kebijakan ekspansif Jepang yang ingin menyeret turun nilai tukar yen, guna mengejar inflasi dan peningkatan ekspor. Kebijakan melemahkan yen dikhawatirkan bakal diikuti negara-negara industri lain. Ini kemudian ditakutkan memicu perang mata uang. Sebelumnya, China juga dituding melemahkan yuan. Rusia, tuan rumah forum G-20, mendorong agar perang mata uang tidak terjadi dengan meminta komitmen kuat melawan manipulasi nilai tukar. Menteri Keuangan Rusia, Anton Siluanov, mengatakan G-20 harus lebih spesifik mengatur campur tangan pemerintah dalam mempengaruhi nilai tukar. "Negara G-20 harus memegang posisi, kebijakan mata uang harus berdasarkan kondisi pasar," katanya. Kelompok G-20 mewakili hampir 90% ekonomi global. Pertemuan dua hari itu dibayangi ancaman perang mata uang internasional yang dipicu kebijakan devaluasi yen. Berbeda dengan perang konvensional, perang mata uang terjadi karena sejumlah negara mendorong melemahnya nilai tukar agar ekspor lebih kompetitif.