KONTAN.CO.ID - JEMBER. PT Gading Mas Indonesia Teguh (GMIT), anak perusahaan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (
ANJT) menyatakan hingga Oktober 2022 sudah merealisasikan pendapatan senilai Rp21 miliar dari total target Rp24 miliar yang dibidik tahun ini. Presiden Direktur GMIT, Imam Wahyudi mengatakan kontribusi yang dihasilkan oleh anak usaha yang bergerak di sektor sayuran edamame ini, memang masih kecil untuk ANJT, yakni masih sekitar 1% hingga 5% terhadap total pendapatan. "ANJT sudah stabil di perkebunan sawit, namun sementara ini dari GMIT itu baru 1% sampai 5%. Tetapi target saya pribadi adalah dalam waktu tiga tahun sudah profit dan tahun kelima, kami sudah bisa membangun pabrik edamame kedua di luar Pulau Jawa. Kalau bisa berdekatan pula dengan kebun sawit," tutur Imam saat menerima kunjungan media di Jember, Jawa Timur, Jumat (18/11).
Baca Juga: Austindo Nusantara (ANJT) Catat Kenaikan Produksi CPO 1,8% pada Kuartal III Pabrik GMIT sendiri di Jember baru selesai dibangun pada 2018 dan beroperasi pada 2021. Awalnya GMIT berdiri mengelola tembakau yang dibeli dari petani kecil dan secara bertahap Perseroan keluar dari bisnis tembakau pada 2012. Setelahnya, Perseroan berfokus pada produksi sayuran edamame dan okra. Pada 2017, GMIT
joint venture dengan AJI HK Limited dengan porsi kepemilikan saham sebesar 20% di GMIT. Lebih lanjut, saat ini dengan sistem KSO, GMIT telah bermitra dengan 50 mitra petani. Tahun depan, GMIT menargetkan bisa menambah produksi edamame 50% dengan penambahan lahan dan menggandeng mitra petani. Setiap tahun, GMIT memproduksi edamame sebanyai 6.000 ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 70% dilempar ke pasar domestik dan sisanya 30% ditunjukan ke pasar ekspor. Tahun depan, GMIT menargetkan bisa menyeimbangkan porsi produksi sebannyak masing-nasing 50% untuk oasar domestik dan ekspor. "Kapasitas produksi edamame GMIT per tahun adalah 6.000 ton per tahun. Untuk lokal ada 2.000 sampai 3.000 ton sisanya untuk ekspor atau frozen edamame. Tapi total semua secara estimasi ada kapasitas 6.000 sampai 7000 ton per tahun," tutur Imam. Ia menambahkan, peluang ekspor edamame juga masih terbuka lebar. Kebutuhan Jepang sendiri misalnya, sebagai pasar ekspor utama GMIT, setiap tahunnya bisa mencapai 75.000 ton. Sedangkan ekspor dari Indonesia hanya 6000-7000 ton.
GMIT sendiri telah mengekspor edamame beku ke pasar Jepang merupakan kerja sama dengan Asia Foods Group. Tak hanya Jepang, pihaknya juga ekspor ke Amerika Serikat, Australia, sedang menjajaki pasar Eropa.
Untuk pasar domestik, GMIT telah memproduksi edamame segar dan edamame beku dengan merek Edashi yang dipasarkan di Bali, Jawa Timur, Jakarta, dan Jawa Tengah, melalui kanal ritel AEON dan Hypermart. Imam mengatakan, pendapatan dari penjualan edamame semester pertama tahun 2022 adalah sebesar US$657,1 ribu, naik sebesar 178,5% dari US$235,9 ribu di periode yang sama tahun 2021. Kenaikan tersebut disebabkan lebih tingginya volume penjualan edamame segar dan beku dan harga jual edamame beku. "Potensi ekspor sayuran beku ini masih sangat besar. Tidak hanya edamame yang dapat kita ekspor, namun juga komoditas sayuran beku lain, seperti Okra, juga memiliki pasar ekspor yang dapat kita kembangkan," tutup Imam. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .