Gagal jadi dokter, sukses di logistik



KONTAN.CO.ID - Pasar jasa logistik di Indonesia yang sangat besar membuat sejumlah perusahaan logistik berkibar. Salah satu perusahaan logistik yang terhitung baru, karena mulai beroperasi September 2015 lalu, tapi sudah berhasil berkibar di jagat industri logistik adalah J&T Express (PT Global Jet Express).

Demi meningkatkan bisnisnya, Oktober 2017 lalu, perusahaan ini punya bos baru: Robin Lo. Robin ditunjuk menjadi Chief Executive Officer (CEO) Global Jet Express menggantikan Jet Lee yang notabene adalah pendiri perusahaan ini. Tugas berat dan menantang jelas akan dia hadapi untuk melebarkan pasar J&T Express.

Pria yang lahir pada 1981 silam ini tak pernah menyangka kariernya akan melejit di bidang logistik, bahkan menjadi pimpinan perusahaan. "Jujur, saya sejak kecil tak pernah terpikir bakal menjadi profesional dalam bidang bisnis ini. Karena, saya punya cita-cita lain yang tak tercapai," ujar Robin.


Robin kecil yang lahir dan besar di Medan, Sumatra Utara bercita-cita menjadi dokter. Mimpi ini semestinya bisa dia raih lantaran semasa sekolah Robin menyukai mata pelajaran biologi. Tapi, ia harus mengubur mimpi itu karena selepas lulus SMA pada 1999, Robin justru kuliah di jurusan lain.

Robin memilih terbang ke Penang, Malaysia, untuk kuliah di KDU College mengambil gelar diploma ilmu komputer. Setelah lulus pada 2002, ia pulang ke Medan dan melanjutkan kuliah dengan mengambil jurusan bisnis dan manajemen di Institute of Commerce and Management.

"Terkadang, dalam hidup seseorang mendapat hal yang berbeda dari keinginan awalnya," ujar Robin ketika disinggung kegagalannya menjadi dokter.

Meniti karir sebagai tenaga penjualan

Hidup terus berjalan dan kesempatan lain untuk sukses tetap terbuka lebar bagi Robin, dengan gelar sarjana yang berhasil ia raih. Pada 2006, karier profesionalnya diawali dari menjadi tenaga penjual alias sales untuk produk ponsel di Palembang, Sumatra Selatan.

Dia mengawali karir sebagai sales biasa di Seluler Shop, sebuah perusahaan distributor ponsel terkemuka di Indonesia. Demi pekerjaan ini, Robin harus pergi dari Medan ke Palembang.

Robin bercerita, pekerjaan pertamanya itu merupakan rekomendasi dari seorang teman. Dia mengaku tertarik bekerja di jaringan gerai ponsel tersebut lantaran melihat peluang yang begitu besar. "Saya tertarik mempromosikan produk ponsel karena selain produknya canggih, peminatnya pun besar," ungkapnya.

Rupanya, bidang penjualan dan promosi berjodoh dengan Robin. Tak sampai setahun bekerja, ia diangkat menjadi supervisor di Seluler Shop karena besarnya kontribusi dia bagi perusahaan. Ketika itu, Seluler Shop menjual tiga merek ponsel, yakni Motorla, Nokia dan Sony Ericsson.

Meski kariernya meningkat di Seluler Shop, Robin enggan menyebut pengangkatan sebagai supervisor ketika itu sebagai sebuah kesuksesan. Pasalnya, bidang bisnis tersebut dia nilai sangat keras akibat persaingan yang sangat ketat. "Ini menjadi fase untuk belajar tentang dunia usaha karena bidangnya memang keras," ungkap Robin.

Salah satu tantangan yang menarik dalam bisnis ponsel kala itu adalah, tiap distributor bersaing dari sisi harga dan teknologi terkini agar dilirik konsumen. Dari sini, Robin memetik pelajaran sangat berharga tentang komitmen dan relasi yang sangat penting bagi kelangsungan sebuah usaha.

Memasuki 2008, dunia ponsel terus berkembang dan mulai muncul produk ponsel pintar atau smartphone. Kemunculan smartphone mengubah peta bisnis penjualan ponsel menjadi semarak dan persaingan yang semakin ketat. Semua produsen ponsel berlomba-lomba memasarkan produknya di Indonesia.

Bersamaan dengan kemunculan smartphone ini, Robin akhirnya memutuskan melepas pekerjaannya di Seluler Shop, rehat dari ingar bingar bisnis ponsel.

Dari ponsel hijrah ke logistik

Titik kesuksesan Robin dalam karier profesionalnya dimulai ketika pada 2013. Saa itu, ia memutuskan ingin kembali bekerja di bidang penjualan dan promosi ponsel. Keinginan ini tak lepas dari rencana kehadiran ponsel asal China yakni Oppo yang segera masuk ke Indonesia. "Saya akhirnya memutuskan untuk melamar pekerjaan di perusahaan tersebut," ujarnya.

Merasa memiliki pengalaman dan menguasai strategi bisnis di bidang ponsel serta latar belakang pendidikan formal yang mendukung, menjadi modal baginya datang ke Oppo dengan kepala tegak.

Benar saja, keyakinan Robin membuahkan hasil karena dia berhasil diterima bekerja di PT Indonesia Oppo Electronics dengan menduduki posisi sebagai general manager. “Waktu itu yang diterima hanya tiga orang dari Indonesia dan saya bersyukur bisa masuk ke dalam daftar tiga nama tersebut,” tuturnya.

Baginya, bergabung di Oppo merupakan tantangan besar. Sebab, saat awal masuk ke Indonesia, Oppo langsung menawarkan harga produk yang tinggi atau senilai Rp 2 juta dengan brand image ponsel buatan China. “Besar sekali tantangannya. Waktu itu kami dengan berani memasarkan produk harga tinggi. Karena ketika itu, citra ponsel China bisa dijangkau dengan harga Rp 500.000,” sebutnya.

Meskipun demikian, menurut dia, dengan kualitas dan pelayanan purna jual yang disediakan Oppo Indonesia, membuatnya yakin akan bisa menembus pasar dalam negeri. Dan, hal tersebut terbukti dengan terus meningkatnya jumlah pengguna Oppo.

Tak sampai di situ, Oppo kembali mendapat kendala saat permintaan produk di luar kota terus meningkat. Ini membuat produsen sedikit kewalahan dengan sistem pengiriman barang ke pelanggan, tepatnya pada libur akhir pekan dan momen libur panjang seperti Lebaran. Soalnya, kebanyakan  perusahaan logistik libur atau tidak beroperasi.

Melihat permasalahan dalam pengiriman produk Oppo, membuat Robin Lo bersama Jet Lee, mantan  CEO Oppo, dan Thony, founder Oppo Indonesia, memutuskan untuk mencetuskan bisnis baru. Yakni, mendirikan perusahaan logistik J&T Express.

“Awalnya, kami diskusi mau buat sistem pengiriman sendiri, karena merasa pengiriman di Oppo agak lamban di hari libur sementara kami butuh kirim ke luar Jakarta. Nah, dari situlah tercetus ide membuat usaha logistik sendiri” ujarnya.

Menjadi pucuk pimpinan

Akhir Mei 2015, Robin resmi meninggalkan Oppo dan pada 1 Juni 2015 memulai persiapan pembukaan J&T Express hingga resmi berdiri pada 20 Agustus 2015. Kemudian, seiring berjalannya waktu, dia akhirnya menduduki posisi managing director perusahaan ini dari Juni 2015–Oktober 2017.

“Pada awal beroperasi, sebenarnya kami belum berada di porsi untuk membicarakan posisi, sebab semua dimulai dari nol dan awalnya hanya saya dan Jet Lee. Kemudian, baru merekrut karyawan menjadi kurang lebih 15 karyawan sampai 18 karyawan pada saat itu” tuturnya.

Menurut Robin, alasan lain berpindah haluan dari ponsel ke logistik karena melihat potensi untuk bisa berkembang. Di bisnis ponsel terkesan stagnan atau diisi oleh pemain itu-itu saja. Hal tersebut dilihat dari jumlah pemain yang dalam 10 tahun terakhir hanya bisa menambah 2–3 pemain saja.

Berperan sebagai managing director atau tangan kanan langsung dari sang CEO ketika itu Jet Lee, membuat Robin lebih leluasa untuk menerapkan berbagai strategi bisnisnya. Berkat strategi Robin yang ekspansif, dalam waktu singkat J&T Express mulai dikenal masyarakat luas dan menjadi penantang serius bagi perusahaan logistik yang sudah eksis puluhan tahun.

Sampai akhirnya, pada Oktober 2017 hingga saat ini, Robin diangkat sebagai pimpinan perusahaan sekaligus menapaki puncak kariernya di usia yang relatif masih muda.

Robin menyebut, jalan kariernya dalam enam tahun terakhir tak lepas dari sosok Jet Lee. Sebab, mantan bosnya di Oppo dan J&T Express ini  merupakan orang yang selalu mendukung apapun langkah bisnis yang akan diambil perusahaan. Dia pun merasa sangat klop bekerjasama dengan orang yang akrab disapa dengan Mr Lee ini.

Di tangan Robin, J&T Express sekarang telah mempunyai posisi yang kuat di konsumen dan mempunyai kelebihan khusus yang tidak dimiliki perusahaan logistik lain, yakni pelayanan nonstop tanpa hari libur. “Untuk pengembangan proses layanan, J&T Express melayani pelanggan sepanjang tahun selama 365 hari tanpa libur” ujarnya.     

Punya kesan mendalam pada pempek

Selain berbincang soal bisnis logistik, Robin Lo, Chief Executive Officer (CEO) PT Global Jet Express (J&T Exprss) sangat antusias kalau diajak ngobrol soal kuliner. Maklum, pria kelahiran Medan tahun 1981 silam ini punya hobi makan.

Robin tak pernah melewatkan kesempatan untuk berburu kuliner lezat setiap kali ada kesempatan untuk rapat atau kunjungan ke sebuah daerah. "Karena kerap dihidangkan dan disuguhi berbagai makanan setiap kali datang ke sebuah daerah, makanya saya jadi ketagihan untuk merasakan makanan khas sebuah daerah," katanya.

Kendati berbagai makanan telah dia santap, tak semua masakan menjadi favoritnya. Robin menyebutkan, masakan Jepang dan Korea menjadi idolanya karena dianggap mewakili citarasa Asia. Sementara untuk kuliner lokal, Robin sangat kepincut dengan kelezatan pempek palembang, terutama yang asli dari daerah tersebut.

Romantisme Robin dengan pempek bermula pada 2006 ketika mengawali kariernya dengan bekerja di cabang sebuah perusahaan distributor ponsel di Ibu Kota Sumatra Selatan. Saat bekerja dan melakukan kunjungan ke daerah sekitar Palembang, dirinya kerap disuguhi pempek sehingga lidahnya seolah-olah sangat dimanjakan dengan makanan ini. "Pempek dihidangkan mulai dari pagi, siang, dan malam," ujarnya.

Saking seringnya menyantap pempek, sampai-sampai Robin merasa rindu bila dalam waktu tertentu tak menyantap makanan tersebut. Makanya, tiap kali ada kesempatan menyambangi Palembang, dia pasti tak melewatkan untuk mengobati kerinduannya dengan pempek di daerah asalnya.

Selain menikmati kelezatan rasanya, Robin bilang, pempek juga menjadi kuliner yang memiliki keterikatan yang kuat dengan perjalanan kariernya. Menurutnya, masa perjuangan membangun karier kerap ditemani dengan makanan yang terbuat dari daging ikan yang digiling lembut itu.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Johana K.