Gaji gubernur BOJ tentukan kesuksesan Abenominics



TOKYO. Abenomics membawa perubahan bagi perekonomian Jepang. Dari sisi moneter, misalnya, pemerintah negeri samurai ini membidik inflasi sebesar 2% dalam dua tahun ke depan, serta melemahkan nilai tukar yen. Bukan hanya itu, Abenomics juga berpotensi mendongkrak pendapatan warga Jepang, termasuk gaji Gubernur Bank of Japan (BoJ), Haruhiko Kuroda.

Goldman Sachs Group Inc menyatakan, kesuksesan Abenomics akan berdampak pada peningkatan gaji para tenaga kerja di Jepang. Saat ini, gaji yang diterima Kuroda sebagai Gubernur BoJ senilai ¥ 24 juta (US$ 235.000) per tahun, yang berakhir 31 Maret 2014. Jika dikonversi ke rupiah,  Kuroda menerima gaji Rp 2,82 miliar per tahun.

Jumlah tersebut masih lebih tinggi ketimbang bayaran yang diterima Ben S Bernanke yang menjabat Gubernur The Federal Reserve (The Fed), salah satu lembaga finansial yang paling berpengaruh di dunia. Dalam setahun, Bernanke hanya menerima gaji sebesar US$ 199.700 atau Rp 2,4 miliar.


Bahkan, gaji Bernanke tak jauh berbeda dengan gaji Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo yang senilai Rp 199 juta per bulan atau Rp 2,38 miliar per tahun (kurs Rp 12.000 per dollar AS). Sedangkan gaji Gubernur Bank Sentral Eropa (ECB), Mario Draghi mencapai US$ 511.200 atau Rp 6,13 miliar per tahun.

Yang pasti, gaji Kuroda saat ini sebesar ¥ 24 juta menyusut 38% dibandingkan bayaran Gubernur BoJ sebelumnya, yang pada tahun fiskal 1998 menerima gaji senilai ¥ 39 juta, mengutip Bloomberg. Perhitungan itu menyesuaikan laju inflasi.

Penghasilan Gubernur BoJ tampaknya saling susul menyusul dengan biaya hidup di Jepang. Pada Oktober tahun ini, biaya hidup di negara tersebut meningkat paling tinggi dalam lima tahun terakhir.

Di saat yang sama, gaji para pekerja Jepang justru melanjutkan penurunan yang panjang, sejak Juni 2012. Hal ini tentu mengancam upaya Perdana Menteri, Shinzo Abe untuk mempertahankan perekonomian di negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia itu.

Kepala Analis Goldman Sachs untuk Jepang, Kathy Matsui, belum lama ini menyatakan pemerintah perlu menaikkan gaji para pekerja. Sementara Kuroda berbicara kepada para pemimpin bisnis regional pada pekan lalu, memperkirakan bakal ada kenaikan upah dasar. "Kecuali peningkatan upah di Jepang, kenaikan harga akan mengurangi daya beli, menekan belanja konsumen dan mempertaruhkan perlambatan ekonomi," kata Akio Kato, pemimpin tim utang Kokusai Asset Management Co untuk Jepang, yang mengelola dana setara US$ 38 miliar.

Kenaikan upah, menurut Kato, akan signifikan bagi BoJ yang mengambil inisiatif untuk mengerek gaji gubernur bank sentral yang saat ini terbilang rendah.

Dengan gaji saat ini, Kuroda membutuhkan waktu 25 tahun agar bisa membeli kondominium dengan tiga kamar tidur seharga US$ 5,8 juta (Rp 69,6 miliar) di pusat kota Tokyo. Sebuah rumah berukuran sama berlokasi di pinggiran timur Tokyo, atau 30 menit dari pusat kota jika dijangkau dengan kereta api, dijual sekitar US$ 672.000.

Pada Oktober 2013, tingkat inflasi Jepang naik 0,3%, atau yang tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Tingkat inflasi Oktober 2013 merupakan yang tercepat sejak Agustus 1998, ketika inflasi naik 0,7%. Hal ini didorong pelemahan yen Jepang dan kenaikan tarif listrik sebesar 22% sejak Maret 2011, ketika gempa dahsyat yang menyebabkan industri nuklir Jepang ditutup.

Kini, fokus Jepang adalah negosiasi upah, termasuk gaji Gubernur BoJ, yang dapat menentukan kesuksesan Abenomics.

Editor: Sandy Baskoro