Gali lobang tutup lobang ala Dream for Freedom



JAKARTA. Raut wajah Fili Muttaqien terlihat tegang di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pekan lalu (23/3). Beberapa kali ia mengusap keringat yang membasahi pelipisnya. Ya, pemilik bisnis Dream for Freedom (D4F) itu tengah disidang untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya: yakni gagal mengembalikan dana 700.000 orang investor.

Jaksa mendakwa Fili melakukan tindak pidana kejahatan perbankan dan penipuan. Untuk kejahatan perbankan, ia dikenakan pasal 105 UU Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan juncto pasal 55 ayat (1) ke- 1 juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. Pasal ini mengancam pelaku usaha distribusi yang menerapkan sistem skema piramida dalam mendistribusikan barang, dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 10 miliar.

Sedangkan untuk penipuan, Fili dikenakan pasal 378 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 64 ayat (1) KUHP yang ancaman hukumannya empat tahun.


Jaksa Kurniawan mengatakan, modus kejahatan yang dilakukan Fili adalah memperkaya diri sendiri dengan merekrut orang yang mau menginvestasikan dananya. Adapun paket investasi yang ditawarkan D4F adalah Paket Silver senilai Rp 1 juta, Gold Rp 5 juta, Platinum Rp 10 juta dan Titanium Rp 30 juta. Atas investasinya, anggota D4F dijanjikan imbal hasil sebesar 1% per hari.

Untuk menampung dana anggotanya, Fili membuat 50 rekening atas nama orang lain. "Cara pembayaran paket dilakukan secara bertahap ke sejumlah rekening yang ditetapkan D4F," tandas jaksa Kurniawan.

Aliran dana di rekening-rekening tersebut cukup deras mengalir lantaran setiap dua minggu, anggota alias member harus membayar Rp 200.000 untuk mengaktifkan akunnya.

Dalam sidang, Fili membela diri dengan manyatakan tidak berniat melakukan penipuan. "Tidak ada niat jahat ketika kami membentuk D4F. Semua yang saya lakukan adalah demi keuntungan para anggota komunitas," katanya.

Efran Helmi Juni, kuasa hukum Fili menambahkan, apa yang dilakukan Fili sejatinya murni bisnis. "Kalaupun sekarang tersandung, ya itu adalah hal biasa dalam bisnis," ujar dia membela.

Adapun Sandy Ariesta, mantan Sekretaris Jenderal D4F mengatakan, pada awalnya, skema bisnis yang ditawarkan D4F cukup berhasil. Banyak anggota yang merasakan keuntungan dari bisnis ini.Namun lantaran hanya gali lubang tutup lubang, untuk membayarkan kewajiban keuntungan 1% per hari, lama-lama pembayaran pun seret. Akhirnya gagal bayar.

Sandy mengaku sebagai pihak yang membuat 50 rekening. Namun pembuatan rekening itu atas permintaan Fili. Dalam keterangannya, Sandy bilang, rekening-rekening digunakan Fili untuk menyimpan 20% dana setoran anggota.

Sementara Firman, seorang korban, mengaku kecewa dengan dakwaan jaksa. Alasannya, dakwaan tidak menguraikan bagaimana Fili mengalirkan dana dan merekrut anggota. Kejahatan yang dilaporkan para korban juga belum semuanya dimasukkan.

Seperti kejahatan transaksi ITE dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). "Dengan TPPU, harapan kami keberadaan uang bisa diketahui hingga bisa dikembalikan jika kami ajukan gugatan perdata," tuturnya. Rencananya, sidang D4F akan digelar lagi pekan depan.

Masalahnya, dari banyak penipuan berkedok investasi, investor acap jadi korban. Dana investasinya tak bisa kembali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto