Gambar seram gerus konsumsi rokok hingga 3%



JAKARTA. Aturan pencantuman gambar seram di bungkus rokok berhasil menekan konsumsi rokok hingga 3% pada semester I 2014. Penurunan konsumsi rokok tersebut dikatakan Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Ismanu Soemiran pada Senin (18/8). 

Menurut Ismanu, pencantuman gambar seram di bungkus rokok telah menekan jumlah permintaan rokok hasil produksi mereka. Penurunan konsumsi ditandai dengan turunnya jumlah produksi rokok anggota Gappri. Setelah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan pada Produk Rokok berlaku pada 24 Juni 2014, angka produksi seluruh jenis rokok pada semeseter I 2014 langsung turun 3%.

Padahal kata Ismanu, seharusnya seiring dengan dengan berlangsungnya pesta demokrasi, permintaan rokok naik 6%. "Nah, yang sekarang ini tidak, malah turun sampai 3%," kata Ismanu saat dihubungi KONTAN, Senin (18/8).


Penurunan ini menunjukkan bahwa industri rokok tidak bisa berbuat banyak terhadap penerapan aturan tersebut. Produsen rokok, menurutnya akan menunggu kebijakan pemerintah baru terkauit ketentuan ini.

Sebagai catatan, pemerintah melalui PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan mewajibkan para pengusaha dan industri rokok mencantumkan gambar dan tulisan peringatan kesehatan tentang bahaya merokok.

Gambar seram yang harus dicantumkan antara lain gambar kanker mulut, gambar perokok dengan asap yang membentuk tengkorak, gambar kanker tenggorokan, gambar paru- paru yang menghitam karena kanker. Gambar itu  harus dipasang 40% dari total keseluruhan kemasan rokok.

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menjelaskan, pencantuman gambar seram dilakukan untuk memberi peringatan bagi masyarakat, khususnya generasi muda dan perokok pemula. Dia berharap agar pencantuman gambar tersebut bisa menekan konsumsi rokok khususnya di kalangan generasi muda dan perokok pemula.

Selain itu agar konsumsi rokok di masyarakat bisa terus ditekan pihaknya juga tengah menempuh cara lain. Salah satunya, dengan menaikkan tarif cukai rokok. Kementeria Kesehatan telah mengusulkan ke Kementerian Keuangan agar tarif cukai rokok naik sampai dengan 57% dari harga eceran.

Tarif cukai itu sesuai batas maksimal kenaikan tarif cukai rokok yang telah ditentukan dalam undang-undang (UU) nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai. "Sebenarnya kami ingin 70%-80% seperti negara lain, tapi UU membatasi, jadi kalau ingin lebih harus merevisi UU dulu. Karena itu kami ajukan batas maksimal dulu sesuai yang telah ditentukan UU," katanya

Ada beberapa dasar pertimbangan yang digunakan untuk mengajukan usul kenaikan tarif cukai maksimal tersebut. Salah satunya, soal efek dari aturan peringatan bahaya merokok bagi kesehatan dengan menggunakan gambar seram.

Menurutnya, aturan tersebut tidak akan efektif dalam mengurangi konsumsi rokok selama harga rokok tetap dibiarkan murah seperti sekarang. "Maka itu sebagai pelengkap aturan tersebut, cukai harus dinaikkan secara maksimal, supaya orang khususnya tidak mampu tidak menghabiskan uang mereka untuk membeli rokok kembali," katanya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa