Gambaran rupiah terlihat dari turunnya harga CPO



JAKARTA. Gejolak yang terjadi pada nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir ini seolah-olah menunjukkan minimnya daya tahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (US$). Pada perjalanannya ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan rupiah.

Menurut Jameel Ahmad, Chief Market Analyst Forex Time, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melihat pergerakan rupiah nantinya adalah dengan melakukan riset terhadap komoditas acuan lokal pada suatu negara. Untuk Indonesia sendiri, minyak kelapa sawit (CPO) dan gas alam cair adalah pilihan acuan standarnya.

Dalam rilisnya Jameel bilang, mata uang menjadi refleksi besaran pertumbuhan yang terjadi di pasar komoditas acuan. Contoh saja, korelasi komoditas acuan CPO dengan mata uang suatu negara. Saat ini 50% cadangan CPO di dunia berada di Indonesia. Berarti dari satu komoditas itu, Indonesia seharusnya dapat memperoleh pendapatan bagus.


Ditambah lagi menurut Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) produksi CPO Indonesia diperkirakan akan mencapai 31 juta ton pada 2015. Angka ini naik dari tahun 2014 yang hanya 29,5 juta ton. Walaupun memang akibat dari cuaca yang buruk, pasokan mengalami keterbatasan.

Namun peningkatan produksi ini tidak berjalan seiring dengan permintaannya. Sejak Maret 2014 lalu, harga komoditas merosot sebanyak lebih dari US$ 200 per metrik ton. Padahal pendapatan dari ekspor CPO merupakan bagian dari arus ekonomi yang berkonstribusi terhadap pertumbuhan PDB.

Kemerosotan permintaan CPO membuat isu perlambatan PDB Indonesia menyeruak. PDB Indonesia 2015 diprediksi mencapai 5,5% hal ini menurun dari tahun 2013 yakni 5,8%.

Sedangkan komoditas acuan lainnya, gas alam cair (LNG) mengalami peningkatan harga. Kenaikan harga LNG terjadi saat perlambatan ekonomi global dan penurunan permintaan terhadap komoditas tradisional pokok Indonesia seperti karet, batubara dan tembaga. “Berdasarkan data November 2014, harga karet turun 74%, batubara 53%, cpo 44% dan tembaga 32%. Sedangkan LNG permintaannya naik yang mayoritas berasal dari permintaan India,” jelas Jameel.

“Sebagaimana kondisi perekonomian yang negatif karena dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas, maka rupiah akan menghadapi risiko yang sama tahun 2015 ini,” tambah Jameel.

Walaupun memang agak sulit mengukur seberapa besar kerugian akibat penurunan harga komoditas terhadap perekonomian Indonesia. Tekanan rupiah tidak hanya datang dari fluktuasi harga komdotias di pasar. Tapi juga dari pengetatan kebijakan moneter Amerika Serikat.

Pada akhirnya, ekspor komoditas akan membantu memberikan dorongan rupiah untuk menahan kejatuhan lebih dalam. Tapi ekspor bisa melemah ketika permintaan terus menurun. Rupiah masih akan menghadapi berbagai tantangan di masa mendatang.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa