Gandeng Korea, KSEI bidik infrastruktur reksadana



JAKARTA. Demi alasan efisiensi investasi reksadana, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) melakukan penandatangan nota kesepahaman terkait pengembangan Sistem Pengelolaan Investasi Terpadu dengan Korea Securities Depository (KSD).

Nota kesepahaman ini sekaligus mengawali kerja sama KSEI dengan KSD untuk mengembangkan Sistem Pengelolaan Investasi Terpadu di Indonesia. Diharapkan, pengembangan sistem ini dapat menjawab kebutuhan dan tuntutan perkembangan dan pertumbuhan industri reksadana nasional.

Heri Sunaryadi, Direktur Utama KSEI mengatakan, saat ini, para pelaku industri reksa ana, seperti agen penjual, manajer investasi, bank kustodian dan perusahaan efek masih terhubung dengan cara yang beragam dengan sistem yang dikembangkan oleh masing-masing pelaku.


Menurut dia, masih banyak proses yang dilakukan secara manual. Bahkan, tidak adanya standar baku menjadi salah satu kendala untuk mengembangkan pasar reksadana. “Karenanya, proses menjadi tidak efisien dan menimbulkan biaya tinggi,” ujarnya melalui rilis yang diterima KONTAN, Senin (22/9).

Lucunya, kondisi di Indonesia saat ini persis dengan kondisi yang dialami di Korea Selatan, 10 tahun silam. KSD yang menjalankan peran sebagai lembaga kustodian sentral dan klirik di Korea Selatan, saat itu mulai melakukan pengembangan FundNet sebagai sistem untuk pengelolaan investasi terpadu. Sistem ini menghubungkan semua pelaku di industri reksadana dalam satu platform terpadu.

Selama hampir 10 tahun, sistem ini mampu membuat industri reksadana di Korea Selatan berkembang pesat. Buktinya, nilai aktiva bersih (NAB) reksadana di pasar Korea Selatan naik hingga US$ 150 miliar pada pertengahan tahun ini. Secara operasional, jumlah order subscription meningkat 7 kali atau 1,7 juta order.

Dengan adanya sistem ini, peningkatan order tersebut dapat ditangani para pelaku secara efisien, sehingga biaya operasional dapat ditekan hingga US$ 67 juta per tahun. “Belajar dari kesuksesan KSD, KSEI juga ingin mengembangkan hal yang sama di pasar modal Indonesia. Pengembangan juga sejalan untuk meningkatkan likuiditas dan pendalaman pasar,” terang Heri.

Selain efisiensi proses bisnis dan operasional, sambung dia, infrastruktur ini juga akan memudahkan para pelaku dalam melakukan fungsi pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan selaku regulator. Ini akan mendukung fungsi pengawasan, sehingga industri dapat berkembang dengan pesat. Di sisi lain, investor dapat lebih terlindungi.

Berdasarkan data OJK, per tanggal 16 September 2014, terdapat 822 reksa dana dengan jumlah total sekitar 129 miliar unit penyertaan reksa dana yang dikelola oleh 75 perusahaan manajer investasi. Jumlah ini dapat semakin meningkat jika didukung dengan infrastruktur yang memadai dan memberi kemudahan bagi investor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie