KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) turut memberikan tanggapan terkait wawancana legalisasi ganja untuk keperluan medis yang ramai diperbincangkan belakangan ini. Ketua Dewan Pertimbangan Pengurus Besar IDI, Zubairi Djoerban mengatakan bahwa ganja medis memang dapat menjadi alternatif obat, namun bukan pillihan yang terbaik. Melaui akun
twittternya
@ProfesorZubairi dia mengatakan, bahwa hingga saat ini masih belum ada bukti bahwa ganja merupakan obat terbaik untuk mengatasi berbagai penyakit seperti kanker dan epilasi.
“Namun ganja medis bisa menjadi pilihan alternatif tapi bukan yang terbaik. Sebab, belum ada juga penyakit yang obat primernya adalah ganja,” tulis dia dalam unggahan twitter miliknya, Rabu (29/6). Dijelaskannya , memang saat ini sudah ada sejumlah penelitian tentang ganja yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Namun kata dia, masih banyak juga yang belum diketahui tentang tanaman ini dan bagaimana ganja berinteraksi dengan jenis obat lain, serta bagaimana interaksinya pada tubuh manusia. Dia mengatakan, dalam dosis yang berlebih penggunaan ganja juga diketahui bisa memberikan efek ketergantungan dan halusinasi. Oleh karenanya penggunaan ganja sebagai obat perlu pengawasan dan perhatian ketat dari dokter yang meresepkannya. “Merupakan fakta bahwa ganja medis itu legal di sejumlah negara, bahkan untuk kegiatan non medis juga. Namun tidak berarti sepenuhnya aman,” kata dia. Hingga saat ini para ilmuwan belum punya cukup bukti untuk mengatakan konsumsi ganja dengan cara tertentu dapat lebih aman dari yang lain. “Merokok ganja ya merusak paru paru, dan sistem kardiovaskular sama kayak tembakau,” tegas dia. Berikutnya dia juga berkomentar terkait dengan pengobatan cerebral palsy yang menggunakan ganja medis. Terkait hal tersebut, dia menjelaskan bahwa studi terkait pemanfaatan ganja sebagai obat cerebral palsy memang ada, namun tingkat manfaatnya masih rendah. “Sebab itu, saya usulkan ada bahasan khusus untuk menolong buah hati dari ibu Santi Warastuti oleh para ahli terkait,” tambahnya. Sementara sebagai dokter, Zubairi sendiri merasa harus mempertimbangkan penggunaan ganja sebagai obat dengan tepat. Meski dikatakannya banyak studi yang telah menemukan manfaatnya.
“Apakah ganja lebih aman daripada obat lain yang saya resepkan? Bagaimana kemungkinan interaksi obat, apakah justru memperburuk kecemasan, atau berpotensi menyebabkan gangguan psikotik? Banyak hal,” sebutnya. Sebelumnya pembahasan terkait dengan ganja medis ramai dibincangkan setelah aksi Santi Warastuti seorang ibu yang viral meminta ada kebijakan legalisasi ganja medis untuk anaknya yang menderita cerebral palsy atau lumpuh otak. Bahkan perbincangan ini juga sudah masuk ke ruang diskusi anggota DPR, wakil presiden hingga Majelis Ulama Indonesia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli