JAKARTA. Pemerintah gencar mencari utang. Ini lantaran penerimaan pajak tak sesuai target serta proyeksi defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 melebar. Terbaru, pemerintah kini mempertimbangkan menarik utang Bank Dunia US$ 12 miliar. Tawaran ini terungkap dalam pertemuan Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chacvez dengan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) kemarin (17/9), di kantor Wapres. Dalam pertemuan itu, Bank Dunia menawarkan pinjaman senilai US$ 12 miliar untuk jangka waktu empat tahun. Pinjaman itu memiliki bunga relatif rendah, yakni 0,93% per tahun. "Pinjaman itu, kalau diterima akan di
refinancing lagi," ujar JK.
JK mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir utang pemerintah turun karena
refinancing. Pinjaman juga akan digunakan untuk berbagai proyek yang bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi. Misalnya, seperti proyek infrastruktur, energi, jalan dan hal lainnya. Alasan lain, pinjaman dibutuhkan karena kondisi ekonomi Indonesia sedang krisis. Hanya JK enggan menjelaskan lebih lanjut soal kondisi krisis ini. "Di tengah kondisi krisis, Indonesia memang membutuhkan dana murah," kata JK. Pekan ini, beredar kabar, Senin pagi lalu (14/9), Wakil Presiden Jusuf Kalla bertemu dengan otoritas pasar keuangan, yakni Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membahas situasi ekonomi terkini. Dalam pertemuan itu diakui situasi ekonomi kian sulit, terutama menyangkut indikator rupiah. Pertemuan bertajuk
coffee morning ini diakui oleh Staf Ahli Wapres Sofjan Wanandi. Namun Sofjan mengatakan pertemuan tersebut hal rutin agar pemerintah hat-hati. "Ini terutama menjelang keputusan The Fed besok," kata Sofjan. SBN domestik dikurangi Pemerintah memang tengah gencar mencari pinjaman dari kreditor karena kuota penerbitan surat berharga negara (SBN) tahun ini yang sudah hampir habis. Direktur Strategis dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Schneider Siahaan mengatakan, pemerintah akan menarik sekitar US$ 5 miliar utang baru hingga akhir tahun ini untuk menambah pembiayaan anggaran. Dana US$ 5 miliar itu diperoleh dari pinjaman program multilateral senilai US$ 1,15 miliar, penarikan pinjaman siaga World Bank atau Bank Dunia sebesar US$ 2 miliar, dan pembiayaan dari investor
private placement (PP) senilai US$ 1 miliar. Seluruh dana tersebut akan ditarik dalam bentuk valuta asing (valas). Pemerintah mengaku memiliki dua keuntungan dari penarikan utang valas tersebut. Sebab, selain bisa menutupi defisit APBNP 2015, pembiayaan valas juga baik untuk memperkuat pundi-pundi cadangan devisa. "Jika pembiayaan tersebut kurang, maka pemerintah akan mengontak Asian Development Bank (ADB). "Mereka bersedia menyediakan dana US$ 750 juta-US$ 1 miliar," ujar Schneider kepada KONTAN, Rabu (16/9). Schneider bilang, pemerintah sampai akhir tahun nanti akan mengurangi penerbitan SBN domestik. Dengan begitu pemerintah tidak mencari pembiayaan tambahan dari SBN.
Apalagi minat investor untuk membeli SBN juga menurun lantaran ketidakpastian eksternal yang tinggi. Dalam lelang Surat Utang Negara (SUN) 15 September 2015, pemerintah hanya mendapatkan total penawaran Rp 8,44 triliun dari target Rp 8 triliun. Tawaran yang diambil hanya Rp 5,2 triliun. Defisit APBNP 2015 diprediksikan akan melonjak dari 1,9% dari produk domestik bruto (PDB) atau sebesar Rp 222,5 triliun menjadi 2,23% dari PDB atau sebesar Rp 260 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia