KONTAN.CO.ID - Menjelang akhir tahun pandemi 2020, Presiden Jokowi melakukan reshuffle kabinet. Hal ini sudah diperkirakan sejak lama dan isunya semakin memuncak ketika hampir berturut-turut dua pembantu presiden dicokok karena tudingan korupsi. Ironis, karena sejak awal menjabat presiden yang kedua kali, Jokowi menyatakan, tetap tiga syarat untuk jadi menterinya. Yakni merupakan eksekutor kuat, punya kemampuan manajerial, dan berintegritas (Tabloid KONTAN, 17 Juni 2019). Kita melihat bahwa integritas penting sekali, saat negara mengeluarkan triliunan biaya pandemi. Salah satunya untuk bantuan sosial. Kita sudah sering mendengar, bagaimana bantuan sosial disunat di tingkat penerima. Jamak terdengar di pemukiman dekat rumah, misalnya, bantuan sembako tidak diberikan tiap bulan, tapi dua bulan sekali. Ceritanya bergantian tiap rumah tangga, karena alokasi bantuan ternyata tidak cukup. Sunat bantuan model begini, biasanya inisiatif penyalur setempat, bisa RT atau RW, agar lebih adil dan merata. Toh, lazimnya warga tak keberatan. Beda cerita ketika orang mendengar ada dugaan petinggi Kementerian Sosial menyunat anggaran bansos. Sontak, banyak orang emosi. Maklum, ini menyangkut dugaan Rp 17 miliar yang mengalir ke kantung pribadi, dari dua kali penyaluran bansos di Jabodetabek saja.
Ganti Menteri
KONTAN.CO.ID - Menjelang akhir tahun pandemi 2020, Presiden Jokowi melakukan reshuffle kabinet. Hal ini sudah diperkirakan sejak lama dan isunya semakin memuncak ketika hampir berturut-turut dua pembantu presiden dicokok karena tudingan korupsi. Ironis, karena sejak awal menjabat presiden yang kedua kali, Jokowi menyatakan, tetap tiga syarat untuk jadi menterinya. Yakni merupakan eksekutor kuat, punya kemampuan manajerial, dan berintegritas (Tabloid KONTAN, 17 Juni 2019). Kita melihat bahwa integritas penting sekali, saat negara mengeluarkan triliunan biaya pandemi. Salah satunya untuk bantuan sosial. Kita sudah sering mendengar, bagaimana bantuan sosial disunat di tingkat penerima. Jamak terdengar di pemukiman dekat rumah, misalnya, bantuan sembako tidak diberikan tiap bulan, tapi dua bulan sekali. Ceritanya bergantian tiap rumah tangga, karena alokasi bantuan ternyata tidak cukup. Sunat bantuan model begini, biasanya inisiatif penyalur setempat, bisa RT atau RW, agar lebih adil dan merata. Toh, lazimnya warga tak keberatan. Beda cerita ketika orang mendengar ada dugaan petinggi Kementerian Sosial menyunat anggaran bansos. Sontak, banyak orang emosi. Maklum, ini menyangkut dugaan Rp 17 miliar yang mengalir ke kantung pribadi, dari dua kali penyaluran bansos di Jabodetabek saja.