Ganti rugi ganjal pembangunan Waduk Jatigede



JAKARTA. Pembayaran ganti rugi kepada warga Sumedang, Jawa Barat, yang tanahnya digunakan untuk pembangunan Waduk Jatigede kembali bermasalah. Meski peraturan presiden (perpres) yang menjadi payung hukumnya telah diteken Presiden Joko Widodo bulan ini, pembayaran ganti rugi belum bisa dilakukan. Padahal, dana ganti rugi Rp 600 miliar juga sudah ada.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Basuki Hadimuljono mengatakan, masih ada masalah yang harus diselesaikan sebelum uang ganti rugi dibayarkan, yakni soal jumlah penerima ganti rugi. Maklum, berdasarkan hasil pertemuan terakhir antara Kementerian PU-Pera dengan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan warga Sumedang beberapa waktu lalu, ada perubahan jumlah penerima ganti rugi yang harus diverifikasi.

Perubahan jumlah penerima ganti rugi ini akan membuat anggaran kompensasi proyek waduk itu membengkak. "Perubahan terjadi karena mereka (warga yang menjadi penerima ganti rugi) meminta agar anak dan cucunya juga mendapat ganti rugi," kata Basuki, akhir pekan lalu.


Menurut Basuki, kini Kementerian PU-Pera masih menunggu hasil penghitungan ulang yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Sumedang terkait jumlah warga yang berhak mendapatkan ganti rugi. Ia berharap penghitungan ulang ini bisa segera diselesaikan, agar Waduk Jatigede bisa segera dialiri air dan digunakan secepatnya.

Soalnya, sejak Maret 2014 lalu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengklaim pembangunan fisik waduk ini sudah mencapai 98% atau hampir rampung. "Kalau sudah selesai dihitung berapa jumlah penerima ganti rugi, nanti disampaikan ke saya kemudian diteruskan ke menteri keuangan untuk disiapkan uangnya," ujar Basuki.

Selain ganti rugi, masalah lain yang juga masih mengganjal operasional Waduk Jatigede adalah soal keberadaan pohon yang ada di area kolam raksasa tersebut. Dedy S.Priatna, Deputi bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan (Bappenas), bilang, operasional Waduk Jatigede terganjal oleh adanya 820.000 pohon di area waduk yang belum juga ditebang. "Ada peraturan menyebutkan, sebelum digenangi air, pohon harus ditebang dulu karena bisa mengakibatkan racun," katanya.

Penebangan pohon di areal waduk dengan mata air Sungai Cimanuk ini telah diserahkan ke Perhutani. Sebelumnya, Perhutani sudah menyanggupi untuk menebang pohon-pohon itu dalam waktu hingga enam bulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa