KONTAN.CO.ID - Belitung. Pemerintah baru saja mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2018 untuk pelaksanaan mandatori biodiesel 20% (B20) bagi kegiatan sektor non Public Service Obligation (PSO). Aturan yang bakal berlaku mulai 1 September 2018 tersebut diyakini akan menjadi jamu kuat bagi industri kelapa sawit nasional. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono menyatakan mandatori B20 bakal mendorong permintaan minyak sawit yang kini tengah lesu, khususnya dari pasar ekspor. Pasalnya, India yang merupakan salah satu tujuan utama ekspor memberlakukan bea masuk hingga 44% atas crude palm oil (CPO). Belum lagi masih banyaknya kampanye hitam atas produk sawit di luar negeri. Lihat saja, Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung ekspor golongan lemak dan minyak hewan/nabati pada Januari-Juli 2018 hanya US$11.640,9 juta, anjlok 11,63% dibanding periode sama tahun 2017 yang mencapai US$ 13.172,7 juta. Lebih dari 95% komoditas ini berasal dari produk CPO. Penurunan ini menjadikan peran CPO terhadap seluruh ekspor non migas turun ke peringkat kedua, tergusur oleh kelompok bahan bakar mineral.
GAPKI: B20 jadi jamu kuat saat ekspor CPO lesu
KONTAN.CO.ID - Belitung. Pemerintah baru saja mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2018 untuk pelaksanaan mandatori biodiesel 20% (B20) bagi kegiatan sektor non Public Service Obligation (PSO). Aturan yang bakal berlaku mulai 1 September 2018 tersebut diyakini akan menjadi jamu kuat bagi industri kelapa sawit nasional. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono menyatakan mandatori B20 bakal mendorong permintaan minyak sawit yang kini tengah lesu, khususnya dari pasar ekspor. Pasalnya, India yang merupakan salah satu tujuan utama ekspor memberlakukan bea masuk hingga 44% atas crude palm oil (CPO). Belum lagi masih banyaknya kampanye hitam atas produk sawit di luar negeri. Lihat saja, Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung ekspor golongan lemak dan minyak hewan/nabati pada Januari-Juli 2018 hanya US$11.640,9 juta, anjlok 11,63% dibanding periode sama tahun 2017 yang mencapai US$ 13.172,7 juta. Lebih dari 95% komoditas ini berasal dari produk CPO. Penurunan ini menjadikan peran CPO terhadap seluruh ekspor non migas turun ke peringkat kedua, tergusur oleh kelompok bahan bakar mineral.