GAPKI: BK CPO gagal kerek industri hilir



JAKARTA. Selama ini aturan mengenai BK CPO tidak efektif untuk bisa mengerem ekspor maupun meningkatkan industri hilir CPO di dalam negeri. Dus, selama ini pemerintah tidak jelas dalam menetapkan tujuan pemberlakuan BK CPO yang sangat beragam. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan di Jakarta, Senin (18/10), merespons rencana pemerintah untuk mengkaji kembali BK CPO. Di satu sisi, menurut Fadhil, pemerintah ingin industri hilir di dalam negeri berkembang, sementara di sisi lain produksi CPO nasional juga terus meningkat, sementara penyerapan CPO di dalam negeri masih sangat kecil ketimbang produksi. "Seolah-olah persoalan di dalam industri CPO bisa selesai hanya dengan menerapkan BK," jelas Fadhil.Asal tahu saja, saat ini produksi CPO di nasional mencapai 21 juta ton per tahun. Sementara itu, kebutuhan di dalam negeri hanya sekitar 6 juta ton per tahun. Artinya, sebanyak 15 juta ton CPO digunakan untuk ekspor. Fadhil juga menampik meningkatnya ekspor CPo karena pemberlakuan BK CPO tidak efektif. "Kenaikan ekspor CPO bukan karena BK, tapi karena permintaan CPO yang cukup kuat," ungkapnya.Fadhil mengatakan, jika dilakukan peninjauan ulang mengenai efektifitas pemberlakuan BK CPO ini, seharusnya pemerintah memfokuskan BK untuk satu tujuan yang tertentu saja. Jadi,"Harus dirumuskan secara bersama-sama mengenai instrumen yang lebih tepat untuk mengatasi masalah pengembangan hilir CPO," ujarnya.Menurut Fadhil, ada tiga hal yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk bisa mengembangkan industri hilir CPO. Pertama, adanya insentif bagi investor yang berminat mengembangkan industri hilir CPO. Bentuknya bisa saja berupa tax holiday atau keringanan pajak lainnya. Kedua, pemerintah harus memberikan insentif bagi produsen CPO yang mau melakukan research and development (R&D) untuk hilirisasi industri CPO. Selain itu, "Pemerintah harus mendukung infrastruktur utuk pengembangan industri hilir CPO," ujar Fadhil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: