KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyambut baik adanya rencana penetapan harga acuan
crude palm oil (CPO) di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono menilai dengan harga acuan tersebut akan membuat bursa komoditi berjalan baik. "Bagus tidak ada masalah, positifnya bursa komoditi kita akan berjalan lebih baik karena adanya transaksi perdagangan minyak sawit yang lebih besar dibandingkan saat ini," kata Eddy kepada Kontan.co.id, Senin (23/1).
Ia menilai, rencana tersebut baru dapat berjalan saat ini kemungkinan lantaran infrastruktur sekarang sudah siap. Secara umum Gapki menyambut baik dengan adanya rencana tersebut.
Baca Juga: Pemerintah Diminta Percepat Realisasi Penetapan Harga Acuan CPO "Ya dulu kemungkinan infrastruktur kita belum siap, seperti pelabuhan masih banyak
demurrage sekarang kemungkinan sudah lebih siap," imbuhnya. Plt Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko menjelaskan, pihaknya diminta untuk dapat menetapkan komoditas yang dapat dijadikan referensi harga di bursa berjangka, khususnya
crude palm oil (CPO). "Ditargetkan Juni 2023, CPO akan diperdagangkan di Bursa Berjangka, baik untuk perdagangan domestik maupun ekspor," ujarnya dikutip dari website resmi Bappebti. Sebelumnya dalam rapat Kerja Bappebti pekan lalu, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan meminta agar Bappebti menetapkan harga acuan CPO. Ia menargetkan sebelum Juni tahun ini harga acuan CPO tidak lagi mengikuti patokan harga di Malaysia. "Kalau bisa sebelum Juni, tidak ikut Kuala Lumpur lagi. Banyakan kita sawitnya ikut ya kesana itu gimana? Kalau
ngga bisa juga ya berarti ya Bappebti akan disalahkan. Jadi segera, dengan segala kewenangan dimiliki kalau bisa karet, CPO, kopi sudah bisa di kita," kata Zulkifli.
Baca Juga: Permintaan Produk Hilir Sawit Meningkat, Produsen CPO Gencar Ekspansi Masalah harga acuan ini menurut Zulkifli sudah sering dibahas dalam Sidang Kabinet Paripurna bersama Presiden. Padahal Indonesia memiliki produksi CPO lebih besar ketimbang Malaysia, namun justru mematok harga di negara lain. "Jadi kalau memungkinkan Juni sudah terpampang di layar, bahwa kita punya patokan harga. Nanti Malaysia balik 'oh kita lihat Indonesia dulu' jadi gantian," ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .