GAPKI: Ekspor CPO ke Afrika hingga Juli 2019 tumbuh sebesar 20,11%



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja ekspor minyak sawit dan produk turunannya (di luar biodiesel dan oleochemical) hingga Juli 2019 cukup memuaskan. Kinerja tersebut ditopang kenaikan ekspor CPO ke Afrika sebagai negara tujuan ekspor baru yang sedang digarap Indonesia.

“Ini adalah keberhasilan Kementerian Perdagangan (Kemdag) dalam melakukan promosi ke negara-negara Afrika,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono dalam keterangan resminya, Rabu (18/9).

Gapki mencatat ekspor ke negara-negara Afrika hingga Juli 2019 mengalami kenaikan sebesar 20,11% (yoy) dibanding periode sama tahun lalu. Adapun total ekspor sampai dengan Juli lalu mencapai 17,76 juta ton. Volume ekspor minyak sawit dan produk turunannya tersebut mengalami kenaikan sekitar 16% dari bulan Juni. 


Baca Juga: Pelemahan ringgit menopang kenaikan harga CPO

Sementara dibandingkan periode yang sama 2018 mengalami kenaikan 4,7%. Selain Afrika, menurut Joko, kenaikan ekspor terbesar dibukukan oleh China yang tumbuh 46,7% (yoy). Di sisi lain, penurunan ekspor masih terjadi di India (-19,86% YoY), Amerika Serikat (-14,3% YoY), serta Pakistan dan Bangladesh. 

Penurunan ekspor ke India masih dikarenakan pengenaan tarif impor yang tinggi, yakni 54% untuk produk olahan dan 40% untuk produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

Namun kabar baiknya, India disebut akan menurunkan tarif impor untuk produk olahan sawit Indonesia menjadi 45%, sehingga sama dengan tarif yang dikenakan kepada produk olahan sawit Malaysia. 

Baca Juga: Gapki optimistis ekspor minyak kelapa sawit Indonesia tahun ini lampaui tahun lalu

“Tentu ini karena negoisasi yang terus menerus dilakukan oleh Kemendag dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) kepada Pemerintah India,” ujar Joko Supriyono. 

Adapun masalah paling serius yakni rencana Uni Eropa untuk mengurangi impor sawit mulai 2021. Terhadap rencana ini, Pemerintah Indonesia terus melakukan lobi disertai ancaman retaliasi beberapa produk impor dari Uni Eropa. 

Kendati volume ekspor meningkat, dari sisi perolehan devisa ekspor mengalami penurunan. Sampai dengan Juli, devisa ekspor dari produk sawit (di luar biodiesel dan oleochemical) mencapai US$ 9,8 miliar. “Angka ini turun 18% dibanding periode yang sama tahun 2018, yaitu sebesar US$ 11,9 miliar,” kata Joko. 

Baca Juga: Hingga Juli, ekspor minyak sawit Indonesia tumbuh 6,7%

Penurunan tersebut dikarenakan melemahnya harga CPO di pasar ekspor. Namun demikian, harga CPO di pasar internasional kini mulai menunjukkan pergerakan naik. 

Joko Supriyono berharap, tren kenaikan ini terus menunjukkan ke arah yang positif hingga akhir tahun.  “Sehingga sawit tetap mampu berkontribusi positif terhadap neraca perdagangan Indonesia,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .