KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus memperkuat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Bahkan Maret lalu Presiden Joko Widodo sudah meneken Peraturan Presiden nomor 44 tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono berharap, dengan adanya penguatan ISPO ini, maka isu-isu di bidang sawit baik di pasar domestik dan pasar global bisa terjawab. Berbagai isu yang muncul di pasar global pun akhirnya menyulitkan produk-produk minyak sawit Indonesia. "Sebenarnya, ujung-ujungnya adalah penguatan ISPO melalui perpres ini harus mampu menjawab isu yang selama ini terus berkembang," ujar Joko, Rabu (15/7).
Baca Juga: Kementerian Pertanian siapkan aturan tentang penyelenggaraan sertifikasi ISPO Joko mengatakan, berbagai permasalahan di domestik pun terus berdampak. seperti izin dan peraturan yang
overlapping, adanya penyelesaian
overlapping HGU dengan kawasan hutan dan non kawasan, penyelesaian pengurusan HGU, tuntutan fasilitasi plasma 20%, tumpang tindih peraturan perundangan, hingga pengurusan izin terkait lingkungan. Menurut Joko, isu ini berdampak pada tidak adanya kepastian dalam bisnis, kesulitan meningkatkan produktivitas, sawit menjadi target kampanye negatif hingga kesulitan dalam mendapatkan sertifikat ISPO. "Di satu sisi kita ingin memperkua
t sustainable palm oil Indonesia, tapi di pihak lain juga ada isu yang selalu mengikuti dan saling mempengaruhi. Isu ini membuat sertifikasinya terganggu, sementara dengan sertifikasi yang sudah kita capai, kinerjanya sudah baik, kemudian masalahnya masih banyak," terang Joko. Adapun, isu-isu sawit di pasar global berkaitan dengan hal-hal seperti deforestasi, lahan gambut, kebakaran hutan, orang utan, keterlacakan
(traceability), pekerja anak dan perempuan, hak asasi, pembatasan perdagangan, adanya label no palm oil, hingga kampanye negatif. Dampak yang ditimbulkan dari isu-isu di pasar global ini pun menyebabkan sulitnya pengembangan pasar dan meningkatkan ekspor minyak sawit, juga terjadi penurunan harga komoditas akibat sentimen negatif. "Menurut kami ISPO harus menjawab [isu] ini. Mungkin tidak bisa sekarang, tapi di waktu yang akan datang, kita harus bisa meminimalkan isu-isu yang terus berkembang di pasar internasional berkaitan dengan Indonesia," ujar Joko.
Baca Juga: BPDPKS sebut industri kelapa sawit masih menjadi komoditas strategis penghasil devisa Karena itu, Joko pun mengatakan perpres 44/2020 ini harus dipahami sebagai bagian dari penguatan kebijakan Indonesia untuk meningkatkan industri sawit berkelanjutan. Joko pun meminta adanya percepatan sertifikasi ISPO didukung dengan perbaikan regulasi yang saling tumpang tindih.
Tak hanya itu, dia juga berharap ISPO dapat berkompetisi dan diterima di pasar global dengan meningkatkan keberterimaan sertifikasi ISPO juga produk-produk hilir minyak sawit mendapatkan sertifikat ISPO pula. Selanjutnya, Joko juga berharap dengan perkembangan ISPO saat ini maka ISPO dipakai sebagai
bargaining instrumen dalam perdagangan antar negara, sehingga terlihat bahwa ISPO tidak terpisahkan dalam kepentingan perdagangan. Sampai 31 Juni 2020 sudah ada 621 sertifikat ISPO yang diterbitkan dari 779 pelaku usaha perkebunan yang mengikuti sertifikat ISPO. 779 pelaku usaha tersebut terdiri dari 761 perusahaan, 11 KUD/KSU kebun plasma, 1 bumdes dan 6 koperasi atau asosiasi kebun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi