Gapki Kritisi Denda Sawit Teridentifikasi di Kawasan Hutan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengkritisi besaran denda lahan sawit yang teridentifikasi masuk dalam kawasan hutan. 

Dari 18 Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MENLHK), total kebun sawit yang teridentifikasi masuk Kawasan hutan 3,4 juta hektare (ha). Di mana di dalamnya terdapat 569 perusahaan anggota Gapki dengan luasan 810.425 Ha. 

Baca Juga: Gapki Berikan Syarat Agar Program Biodiesel Pemerintahan Baru Bisa Tercapai


Untuk diketahui 569 sawit ini masuk kategori 110A maupun 110B. Dua pasal yang mengatur tersebut terdapat pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja, yang mana diantara Pasal 110 dan Pasal 111 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 110A dan Pasal 110B. 

Untuk kategori 110A, Eddy mengatakan telah dikeluarkan iInvoice tagihan dari KLHK pada 31 Desember 2023 sebanyak 365 subjek hukum dengan luasan sekitar 600 ribu Ha. Denda administrasi berupa kewajiban pembayaran PSDH-DR berkisar antara Rp. 1 juta sd 6,5 juta/Ha atau sesuai dengan tegakan pada saat pembukaan areal. 

Sedangkan untuk yang masuk Kategori 110B akan dikeluarkan pada pertengahan Tahun 2024. Namun demikian sudah ada perusahaan yang mendapat tagihan 110B, dengan nilai denda lebih dari Rp 96 juta/Ha. 

Baca Juga: Ekspor Biodiesel Anjlok, Asosiasi Sawit Buka Suara Soal Penyebabnya

“Perusahaan yang masuk 110B selain harus membayar denda hanya dibolehkan menyelesaikan sisa satu siklus tanam. Terinfo ada sekitar 2,4 juta Ha kebun sawit yang masuk dalam kategori 110B yang dibolehkan hanya 1 siklus tanaman,” kata saat ditemui Kontan, dalam acara Diskusi Publik Pencegahan Maladministrasi dalam Layanan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit yang dilaksanakan di gedung Ombudsman, di kawasan Jakarta Selatan, Senin (27/05). 

Ia menambahkan, ketentuan ini membuat perusahaan harus membayar denda sangat besar dan berpotensi perusahaan tidak dapat melanjutkan usahanya alias bangkrut.

“Akan terjadi penurunan areal 2, 4 juta Ha atau penurunan produksi sekitar 7,2 juta ton sehingga target peningkatan produksi, kebutuhan dalam negeri dan ekspor serta pemenuhan Program Bioenergi dalam rangka Indonesia Emas 2045 tidak akan tercapai,” tambahnya.

Baca Juga: Biar Produksi Sawit Tak Turun, Gapki Ingatkan Replanting Sawit Setelah Usia 25 Tahun

Selain hal-hal tersebut, denda yang sangat besar menurutnya akan berdampak pula pada Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) tidak dapat terlaksana sesuai target.

“Tidak ada kepastian hukum bagi pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Usaha (HGU) adalah final, menyebabkan kredibilitas Pemerintah di mata publik menurun karena tidak adanya kepastian hukum,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto