KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah kelangkaan minyak goreng, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai, Indonesia memiliki dua pekerjaan rumah (PR) untuk mengembangkan industri kelapa sawit dalam jangka panjang. Pekerjaan rumah yang dimaksud antara lain peningkatan produktivitas dan program peremajaan tanaman petani. Wakil Ketua Umum GAPKI, Togar Sitanggang, mengatakan saat ini sebanyak 40% lahan sawit di Indonesia milik petani rakyat secara mandiri atau swadaya dengan produktivitas rendah. Rendahnya produktivitas tanaman petani ini ikut menekan produktivitas tanaman sawit rata-rata nasional. Sehingga berada jauh di bawah sejumlah negara lain, seperti Malaysia yang menjadi pesaing utama produk sawit Indonesia di pasar global. Kondisi ini menuntut adanya upaya jangka panjang yang perlu dilakukan oleh pemerintah. Salah satu cara, menggencarkan program replanting atau program peremajaan tanaman secara besar-besaran di seluruh sentra pertanaman sawit Indonesia. Memang upaya ini akan memangkas produksi sawit nasional dalam jangka pendek karena ada luasan tanam yang ditebang. Tapi penanaman kembali lahan sawit akan memberikan dampak jangka panjang,” jelas Togar, dalam pernyataan tertulis, Selasa (15/2). Wakil Direktur Utama PT Nusantara Sawit Sejahtera (NSS), Kurniadi Patriawan, mengatakan, pihaknya berupaya ikut berperan endukung upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas tanaman sawit petani rakya. Menurut Kurniadi, langkah ini tidak hanya menguntungkan bagi perusahaan, karena ada kepastian pasokan bahan baku untuk kebutuhan pabrik minyak sawit mentah (CPO), juga menguntungkan petani. Karena dapat membantu meningkatkan produktivitas tanaman petani. “Saat ini luas lahan inti perusahaan sekitar 26.231 hektare (ha). Hingga tahun 2024 ditargetkan sudah bermitra dengan petani melalui lahan plasma seluas 3.000 ha. Luas lahan plasma ditargetkan terus meningkat menjadi 9.500 hektare pada tahun 2027,” paparnya.
Gapki Menilai, Ada Dua Pekerjaan Rumah Besar di Industri Kelapa Sawit
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah kelangkaan minyak goreng, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai, Indonesia memiliki dua pekerjaan rumah (PR) untuk mengembangkan industri kelapa sawit dalam jangka panjang. Pekerjaan rumah yang dimaksud antara lain peningkatan produktivitas dan program peremajaan tanaman petani. Wakil Ketua Umum GAPKI, Togar Sitanggang, mengatakan saat ini sebanyak 40% lahan sawit di Indonesia milik petani rakyat secara mandiri atau swadaya dengan produktivitas rendah. Rendahnya produktivitas tanaman petani ini ikut menekan produktivitas tanaman sawit rata-rata nasional. Sehingga berada jauh di bawah sejumlah negara lain, seperti Malaysia yang menjadi pesaing utama produk sawit Indonesia di pasar global. Kondisi ini menuntut adanya upaya jangka panjang yang perlu dilakukan oleh pemerintah. Salah satu cara, menggencarkan program replanting atau program peremajaan tanaman secara besar-besaran di seluruh sentra pertanaman sawit Indonesia. Memang upaya ini akan memangkas produksi sawit nasional dalam jangka pendek karena ada luasan tanam yang ditebang. Tapi penanaman kembali lahan sawit akan memberikan dampak jangka panjang,” jelas Togar, dalam pernyataan tertulis, Selasa (15/2). Wakil Direktur Utama PT Nusantara Sawit Sejahtera (NSS), Kurniadi Patriawan, mengatakan, pihaknya berupaya ikut berperan endukung upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas tanaman sawit petani rakya. Menurut Kurniadi, langkah ini tidak hanya menguntungkan bagi perusahaan, karena ada kepastian pasokan bahan baku untuk kebutuhan pabrik minyak sawit mentah (CPO), juga menguntungkan petani. Karena dapat membantu meningkatkan produktivitas tanaman petani. “Saat ini luas lahan inti perusahaan sekitar 26.231 hektare (ha). Hingga tahun 2024 ditargetkan sudah bermitra dengan petani melalui lahan plasma seluas 3.000 ha. Luas lahan plasma ditargetkan terus meningkat menjadi 9.500 hektare pada tahun 2027,” paparnya.