GAPKI minta UU Perkebunan yang baru lebih detail



JAKARTA. Rencana pemerintah melakukan perubahan terhadap UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan dinilai sebagai berdampak negatif jika tidak dikaji dengan benar.

Hal itu diungkapkan Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Ia meminta agar sebelum membuat revisi peraturan sebaiknya pemerintah dan DPR membuat kajian menyeluruh mengenai dampak positif dan negatif bila pengetatan dilakukan.

Jangan sampai, akibat pengetatan peraturan tersebut minat investasi di sektor perkebunan justru menurun. "Kalau mereka mau batasi kepemilikan saham, perjelas pembatasan itu untuk perkebunan di hulu atau hilir sampai ke pengolahan," kata Fadhil, Selasa, (18/2). Sebab, lanjut Fadhil, jika peraturan tidak dibuat dengan mendetail, bisa membuat pelaku industri perkebunan kebingungan. Hal itu dikarenakan struktur perusahaan perkebunan biasanya terintegrasi antara perusahaan satu dengan lainnya. Fadhil juga meminta agar pembatasan kepemilikan saham tidak diatur secara khusus melalui UU melainkan melalui peraturan pemerintah. Pengaturan tersebut dianggap lebih fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan.


Seperti diketahui bahwa saat ini pemerintah dan DPR tengah menggodok perubahan UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Melalui perubahan itu, pemerintah ingin membatasi kepemilikan saham perusahaan perkebunan asing menjadi maksimal tinggal 30% saja. Selain itu, pemerintah juga ingin kepemilikan lahan satu kelompok perusahaan perkebunan maksimal hanya 100 ribu hektare saja. Perusahaan perkebunan juga akan diwajibkan bekerja sama dengan petani dengan persentase minimal kerja sama 20%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan