Gapki Ungkap Indonesia Belum Bisa Atur Harga Minyak Nabagi Dunia



KONTAN.CO.ID - BELITUNG. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menegaskan bahwa Indonesia tidak akan bisa mengatur harga minyak nabati dunia meskipun menjadi pemasok minyak sawit terbesar di tingkat global. 

Alasanya, adalah pangsa pasar global  minyak sawit hanya menguasai 33% dari total minyak nabati dunia. Itupun, lanjutnya, jumlah ini bersumber dari beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, Amerika Latin dan Afrika. 

Sementara 67% pasokan minyak nabati global lainya banyak dicukupi dari minyak biji bunga matahari, rapeseed, hingga minyak kedelai. 


Baca Juga: Kinerja Devisa Ekspor Sawit Masih Rentan

"Sekarang kita tidak bisa (menentukan harga CPO dunia) karena baru 33%, walaupun (Indonesia) itu sudah tertinggi saat ini, lalu ada minyak kedelai di bawah 30% (pangsanya), kemudian minyak-minyak yang lain," kata Ketua Umum Gapki Eddy Martono dalam acara Kontribusi Sawit Untuk APBN dan Perekonomian, di Belitung, Selasa (27/8) malam. 

Posisi market yang hanya 33% ini menurutnya tidak cukup kuat untuk mempengaruhi harga minyak nabati dunia. Untuk bisa menjadi penentu harga, setidaknya pangsa pasar global untuk minyak sawit harus lebih dari 50%.

Bahkan menurutnya negara yang sudah memiliki bursa minyak sawit mentah (CPO) pun seperti Malaysia menurutnya tidak belum tentu bisa menentukan harga minyak nabati dunia. 

Baca Juga: Ekspor CPO Anjlok 39,22%, Gapki Ungkap Sebabnya

Layaknya hukum permintaan dan penawaran, apabila supplay sedikit tapi demand meningkat, maka yang terjadi adalah kenaikan harga pada CPO. Hal tersebut juga berlaku pada negara yang sudah memiliki bursa sendiri seperti Negeri Jiran itu. 

"Jadi Malaysia itu juga sama sebetulnya, bukan mereka bisa menetapkan harga sendiri tapi itu murni pertemuan supply demand sehingga terbentuk harga disitu," ujar Eddy. 

Selanjutnya: ASRI Menyambut Baik Perpanjangan PPN DTP 100% Hingga Akhir 2024

Menarik Dibaca: 4 Alasan Mengapa Reksa Dana Cocok untuk Investor Pemula

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli