JAKARTA. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) meminta kepada pemerintah memasukkan karet dalam daftar negatif investasi (DNI). Hal ini terjadi karena defisitnya bahan baku karet. Daud Husni Bastari, Ketua Umum Gapkindo mengatakan ia telah mengirimkan surat kepada pemerintah untuk memasukkan karet dalam DNI. "Kami kirim suratnya pada awal tahun," katanya.Apalagi, menurutnya kenaikan harga karet yang mencapai Rp 26.000 per kilogram (Kg) pada Juni membuat investor asing berlomba-lomba melakukan investasi di Indonesia. Padahal, pada awal tahun harganya masih Rp 16.000 per Kg. Menurutnya, ada investor China, India, Jepang, Korea, dan Thailand. "Masing-masing investasinya sebesar US$ 60 juta untuk 30.000-40.000 ton," paparnya. Asal tahu saja, sejak pertengahan tahun lalu produsen karet mengalami kekurangan pasokan hingga satu juta ton. Dengan perhitungan kapasitas produksi nasional sebanyak 3,4 juta ton. Sementara pasokan bahan baku hanya sebatas 2,4 juta ton. (baca KONTAN, Jumat 25/7). Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia Benny Wachjudi membenarkan ia telah menerima surat dari Gapkindo. Namun, ia lupa kapan surat itu diterimanya. Benny mengatakan ia sangat setuju dengan usulan asosiasi tersebut. "Ini demi mengamankan industri," tegasnya. Menurut Benny, saat ini ia sedang melakukan pembahasan DNI tersebut. Nantinya, para investor baru boleh menanamkan investasi asalkan memiliki lahan untuk mendukung pabriknya. Bahkan, Benny menjelaskan Departemen Pertanian (Deptan) juga telah memberikan sinyal persetujuan memasukkan karet kedalam DNI. "Mudah-mudahan 2009 DNI nya sudah keluar," tuturnya. Aryan Wargadalam, Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan mengatakan sebelum aturan DNI dibuat, ia tidak bisa menutup investasi tersebut. "Saat ini kebijakan investasi itu terjadi di daerah masing-masing," katanya. Menurut Aryan, yang saat ini bisa dilakukan olehnya adalah meminta daerah agar mendahulukan investor lokal ketimbang investor asing. "Saya hanya bisa meminta, keputusannya tetap kewenangan daerah," paparnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Gapkindo Minta Karet Masuk DNI
JAKARTA. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) meminta kepada pemerintah memasukkan karet dalam daftar negatif investasi (DNI). Hal ini terjadi karena defisitnya bahan baku karet. Daud Husni Bastari, Ketua Umum Gapkindo mengatakan ia telah mengirimkan surat kepada pemerintah untuk memasukkan karet dalam DNI. "Kami kirim suratnya pada awal tahun," katanya.Apalagi, menurutnya kenaikan harga karet yang mencapai Rp 26.000 per kilogram (Kg) pada Juni membuat investor asing berlomba-lomba melakukan investasi di Indonesia. Padahal, pada awal tahun harganya masih Rp 16.000 per Kg. Menurutnya, ada investor China, India, Jepang, Korea, dan Thailand. "Masing-masing investasinya sebesar US$ 60 juta untuk 30.000-40.000 ton," paparnya. Asal tahu saja, sejak pertengahan tahun lalu produsen karet mengalami kekurangan pasokan hingga satu juta ton. Dengan perhitungan kapasitas produksi nasional sebanyak 3,4 juta ton. Sementara pasokan bahan baku hanya sebatas 2,4 juta ton. (baca KONTAN, Jumat 25/7). Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia Benny Wachjudi membenarkan ia telah menerima surat dari Gapkindo. Namun, ia lupa kapan surat itu diterimanya. Benny mengatakan ia sangat setuju dengan usulan asosiasi tersebut. "Ini demi mengamankan industri," tegasnya. Menurut Benny, saat ini ia sedang melakukan pembahasan DNI tersebut. Nantinya, para investor baru boleh menanamkan investasi asalkan memiliki lahan untuk mendukung pabriknya. Bahkan, Benny menjelaskan Departemen Pertanian (Deptan) juga telah memberikan sinyal persetujuan memasukkan karet kedalam DNI. "Mudah-mudahan 2009 DNI nya sudah keluar," tuturnya. Aryan Wargadalam, Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan mengatakan sebelum aturan DNI dibuat, ia tidak bisa menutup investasi tersebut. "Saat ini kebijakan investasi itu terjadi di daerah masing-masing," katanya. Menurut Aryan, yang saat ini bisa dilakukan olehnya adalah meminta daerah agar mendahulukan investor lokal ketimbang investor asing. "Saya hanya bisa meminta, keputusannya tetap kewenangan daerah," paparnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News