Gapmmi sebut ada gangguan bisnis pada kuartal I-2019 ini, apa itu?



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Geliat ekspor Indonesia dari tahun ke tahun semakin mengalami kenaikan. Berdasarkan data dari BPS nilai ekspor Indonesia pada tahun lalu tumbuh 8,78% menjadi US$ 44,27 miliar dibanding triwulan yang sama tahun 2017.

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) mengungkapkan bahwa pada kuartal 1 tahun ini ekspor industri makanan dan minuman Indonesia mengalami sedikit gangguan.

"Ekspor saya belum melihat ada lonjakan. Malahan sedikit gangguan di beberapa negara terkena NTM (Non Tariff Measure)," tutur Adhi Lukman, Ketua Umum GAPMMI kepada Kontan.co.id, Senin (18/2).


Sayangnya, non tariff Measure ini terjadi di sesama negara ASEAN. Untuk saat ini baru produk kopi yang terdampak. Kebijakan-kebijakan semacam special safeguard, peraturan label yang berubah-ubah, standar bahan yang berbeda-beda antar negara dan persyaratan sertifikat yang kadang diwajibkan oleh pihak swasta maupun pemerintah membuat produk mamin Indonesia sedikit mengalami kesulitan.

Gangguan NTM bisa ini berpengaruh besar terhadap ekspor yang dilakukan Indonesia apabila tidak segera ditangani. Oleh sebab itu perlu dilakukan negosiasi maupun kerjasama antar pemerintah.

Langkah-langkah pemerintah dengan intensif melakukan perundingan dengan negara lain seperti CEPA, FTA dan PTA dinilai bisa mengurangi tekanan NTM terhadap produk mamin Indonesia. Pemerintah juga diminta GAPMMI bertindak cepat membantu para pelaku industri apabila mengalami kesulitan.

Selain itu, beberapa negara Amerika Latin dan Afrika menerapkan bea masuk yang cukup tinggi. Padahal negara-negara tersebut juga memiliki pasar yang potensial untuk menjadi area pemasaran baru produk mamin Indonesia. Produk mamin Indonesia yang mampu menembus pasar di negara itu seperti snack, mie instan dan sebagainya. "Africa dan América Latin. Karena Bea Masuk tinggi, sampai 30% lebih. Negara China dan India besar juga namun pasar sangat kompetitif persaingannya," ungkap Adhi. Sementara produk ekspor lainnya yakni besi dan baja mengalami tantangan yang tak jauh berbeda denga produk mamin. Direktur Eksekutif The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Yerry Idroes mengatakan setiap negara cenderung melindungi pasar domestik. Tantangan produk ekspor lainnya ialah daya saing produk dan penerapan trade remedies bisa menghambat laju ekspor Indonesia.

"Setiap negara cenderung protek pasar domestik mereka masing-masinh dengan melakukan tariff barier, trade remedies dan non tarrif barrier," kata Yerry kepada Kontan.co.id.

Produk besi dan baja yang mendapat tantangan terbesar dengan sistem yang diterapkan negara ekspor ialah stainless steel. Kementerian terkait pada tahun lalu gencar meneken perjanjian komprehensif dengan beberapa negara lain. Perjanjian yang ditandatangani diantaranya Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) dan Indonesia-European Free Trade Association (EFTA).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini