JAKARTA. Belum tercapainya target hasil tembakau (HT) di kuartal III tahun 2015, merupakan bisa jadi indikator melemahnya daya beli masyarakat dan menurunnya produksi rokok. Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Hasan Aoini Aziz menuturkan kuartal III ini produksi rokok minus 4,78 % dibanding tahun lalu. "Sedangkan kalau dilihat satu tahun, tren produksi rokok menurun 0,29 %," katanya, Senin (12/10). Tren ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat pun tengah mengalami penurunan. Ada yang mengurangi rokok dan ada pula yang memilih rokok dengan harga lebih murah.
Untuk itu, Hasan meminta pemerintah melihat realisasi ini saat mematok kenaikan cukai rokok. Mengenai usulan target cukai Rp 139 triliun untuk tahun 2016, Hasan menilai angka itu masih terlalu tinggi karena artinya kenaikan mencapai 18 %. "Artinya, dengan kenaikan itu asumsi tarif masih di atas 20 %. Dengan begitu daya beli masyarakat pun akan terganggu," paparnya. Hasan mengusulkan kenaikan maksimal sekitar 6 % atau Rp 127 triliun untuk tahun 2016. "Ini angka yang sangat realistis untuk kami," katanya. Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengaku keberatan dengan kenaikan cukai rokok tersebut. "Kalau saya tidak perlu naik, atau sama dengan inflasi. Inflasi Jawa Timur sampai Agustus 2015 hanya sebesar 2,11 %. Karena situasi seperti ini lalu dinaikkan, pabrik rokok akan gulung tikar, lalu terjadi PHK," katanya. Ia mengatakan, kontribusi Jawa Timur terhadap penerimaan cukai negara dari 2010 hingga 2014 tercatat rata-rata di atas 50 %.Bahkan, pada 2014 dari target penerimaan cukai nasional sebesar Rp 112,75 triliun, Jawa Timur menyumbang Rp 67,6 triliun, atau 60 % dari total target. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR, Kamis (8/10), Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengakui adanya target cukai hasil tembakau (HT) yang tidak sesuai dengan realisasi tahun 2015.
Tercatat, realisasi penerimaan cukai sampai 6 Oktober 2015 baru mencapai Rp 89,89 triliun, yang seharusnya Rp 111,6 triliun. Terdiri dari cukai hasil tembakau Rp 86,5 triliun, ethil alkohol Rp 111,9 miliar, minuman mengandung ethil alkohol (MMEA) Rp 3,1 triliun dan pendapatan cukai lainnya Rp 96 miliar. Artinya, realisasi cukai hasil tembakau baru mencapai 62,23 %. Menurut Heru, ini akibat beberapa faktor seperti, kenaikan tarif cukai rata-rata 8,72 %, rendahnya produksi rokok dengan realisasi per September 2015 turun 4,3 %, pemberlakuan kawasan tanpa rokok. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto