Gappri Khawatir Kenaikan Harga Jual Eceran SKT Berdampak ke Industri Hasil Tembakau



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri)) menyambut baik keputusan pemerintah yang tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025. 

Meski demikian, Gappri mengkhawatirkan rencana pemerintah terkait penyesuaian tarif melalui kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) yang dinilai dapat berdampak signifikan bagi pekerja di industri hasil tembakau (IHT) nasional.

Ketua Umum Gappri, Henry Najoan, menyoroti bahwa kenaikan HJE pada Sigaret Kretek Tangan (SKT) berpotensi menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, khususnya terhadap pekerja perempuan yang mayoritas bekerja di sektor ini.


Baca Juga: Kinerja Penjualan Eceran Oktober Diperkirakan Melambat, Apa Penyebabnya?

"Pekerja perempuan yang berlatar belakang pendidikan rendah di industri kretek sangat bergantung pada SKT. Kenaikan HJE yang signifikan akan mengancam mata pencaharian mereka dan berdampak pada perekonomian nasional. Ini justru bertentangan dengan visi Asta Cita Presiden Prabowo," ujar Henry Najoan dalam keterangannya, Rabu (13/11/2024).

Henry juga menjelaskan bahwa pada tahun 2025, selain kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), pemerintah juga akan memberlakukan kenaikan tarif HJE dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%.

“Jika ketiga komponen tersebut digabungkan, harga rokok SKT akan jauh lebih tinggi dibandingkan rokok ilegal,” tegasnya.

Saat ini, menurut Henry, harga per bungkus SKT dengan isi 12 batang berkisar antara Rp12.000 hingga Rp14.000. Dengan kenaikan tiga komponen tersebut, harga diperkirakan akan meningkat menjadi Rp15.000 hingga Rp17.000 per bungkus. 

Baca Juga: Pemerintah Diminta Evaluasi Penyeragaman Kemasan Rokok untuk Cegah PHK Bertambah

Sebagai perbandingan, rokok ilegal jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) dengan isi 20 batang dijual dengan harga sekitar Rp 10.000 hingga Rp12.000.

Gappri khawatir, kenaikan HJE yang tidak terkendali dapat memicu peningkatan angka pengangguran dan menurunkan penerimaan negara dari cukai tembakau. Selain itu, hal ini juga dikhawatirkan akan memperparah peredaran rokok ilegal di pasar.

"Kenaikan HJE berisiko menimbulkan kontraksi industri yang signifikan, berdampak negatif pada perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat," jelas Henry.

Oleh karena itu, Gappri menghimbau pemerintah untuk mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas sebelum memutuskan kenaikan HJE. 

Baca Juga: Penurunan Laba Emiten Rokok Berlanjut, Kebijakan Cukai Dinilai Efektif Tekan Produksi

Mereka juga mengusulkan pemberian insentif bagi industri SKT yang berupaya meningkatkan kualitas produk dan efisiensi produksi. Selain itu, pemerintah didorong untuk memperkuat penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal yang semakin masif.

"Gappri mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif bagi industri SKT serta memperketat pengawasan terhadap rokok ilegal," tutup Henry.

Selanjutnya: Update Harga Pangan Kalimantan Tengah: Bawang, Cabai, Daging Ayam Naik Rabu (13/11)

Menarik Dibaca: 6 Makanan yang Sebaiknya Tak Dikonsumsi Sebelum dan Selama Jadwal Penerbangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli