KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah untuk menaikkan Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada 2022 terus mendapat penolakan dari pelaku industri. Rencana itu dinilai tidak tepat karena masih dalam kondisi pandemi Covid-19. Mengingat daya beli masyarakat yang masih melemah, kenaikan CHT justru dipandang berpeluang menyuburkan peredaran rokok ilegal. Alih-alih dapat tambahan pemasukan, kenaikan tarif justru berpotensi menambah pengeluaran pemerintah dalam melakukan pengawasan dan penindakan potensi rokok ilegal ini.
Baca Juga: Target Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Mau Dikerek, Industri HPTL Khawatir Kena Efek Tarif CHT tahun depan memang belum ditetapkan, namun pemerintah telah menaikkan target total penerimaan cukai sebesar 11,9% menjadi Rp 203,9 triliun. Dengan begitu, tarif CHT dipastikan meningkat karena CHT merupakan komponen utama penerimaan cukai pemerintah dengan kontribusi di atas 95%. Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan menjelaskan, dalam sembilan tahun terakhir, industri hasil tembakau terus mengalami penurunan produksi, utamanya akibat kenaikan cukai yang cukup tinggi per tahunnya. Apalagi sejak tahun lalu pandemi makin memperburuk situasi industri. “Apalagi pada 2020 ada kenaikan harga eceran menjadi 35%, ditambah dengan pandemi guncangannya makin tinggi. Sebelumnya kami memperkirakan penurunan industri15% tahun ini, namun kenaikan cukainya sangat tinggi dan eksesif yang malah menyebabkan rokok ilegal beredar luas di pasar,” katanya dalam keterangan resminya, Rabu (15/9). Kenaikan cukai memang memiliki kecenderungan untuk menyuburkan peredaran produk ilegal. Apalagi rokok merupakan barang konsumsi yang relatif tak dipengaruhi harga alias produk inelastis. Menurut Henry, Kenaikan harga rokok tak membuat orang berhenti merokok melainkan beralih mengonsumsi barang serupa dengan harga yang lebih murah bahkan ilegal.
Baca Juga: Suahasil Nazara sebut aspek kesehatan jadi pertimbangan kebijakan cukai rokok Sementara anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun dalam webinar Lembaga Pengembangan Ekonomi Pembangunan (LPEP) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga mengatakan, tekanan-tekanan yang ada tersebut tak hanya akan merugikan Industri Hasil Tembakau (IHT), melainkan juga berpotensi mengganggu ekonomi nasional.
Sebab IHT punya kontribusi besar terhadap ekonomi Indonesia di mana 7% - 8% pemasukan anggaran pendapatan belanja negara (APBN) dari cukai rokok. Dia menambahkan, IHT merupakan industri dengan ekosistem dari hulu sampai hilir yang saling terkait. Mulai dari petani, pedagang tembakau dari yang basah sampai kering, pekerja pabrik, pedagang kaki lima, pabrikan hingga investor. Semua lini tersebut akan terdampak atas kebijakan cukai. “Saya melihat soal target dan capaian cukai ini makin tidak rasional. Setiap tahun selalu dibebankan kepada IHT, tapi sama sekali tidak ada relaksasi ataupun pembinaan kepada petani." pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto