KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus FTX menjadi pukulan berat bagi industri kripto global. Citra aset digital ini kembali runtuh akibat bangkrutnya FTX. COO Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda mengungkapkan, terdapat kesalahan dalam pengelolaan dana nasabah dan celah regulasi yang lemah. Sejak kasus FTX ini muncul terjadi penurunan nilai kripto yang cukup tajam, termasuk aset kripto
blue chip seperti Bitcoin dan Ethereum. Meski secara perlahan market tengah bergerak pulih, investor masih menunggu perkembangan yang terjadi. Investor kembali menimbang efek ke depan dari krisis ini terhadap ekosistem industri kripto ke depan.
Sentimen ketakutan, ketidakpastian dan keraguan (FUD) terhadap
centralized exchange (CEX) menguat setelah keruntuhan ekosistem FTX. Komunitas kripto kini bersikap lebih waspada terhadap investasi aset kripto di
exchange.
Baca Juga: Runtuhnya FTX Mengingatkan Kembali Kisah Kelam Pasar Kripto "Kepanikan investor merupakan hal yang wajar, melihat industri kripto yang tergolong baru dengan pertumbuhan yang signifikan diiring banyaknya gejolak. Namun, industri ini masih berpotensi terus tumbuh dengan komunitas yang solid di dalamnya," ujar Manda kepada Kontan.co.id, Senin (21/11). Secara historis, sebelumnya sudah banyak perusahaan kripto yang jatuh meski angka kebangkrutan tidak sebesar FTX seperti MT.Gox dan Cryptopia. Berdasarkan penelusuran Kontan.co.id, MT.Gox yang merupakan platform pertukaran aset kripto telah menutup bisnis di tahun 2014 akibat mengalami kehilangan 840.000 Bitcoin (BTC) bernilai US$ 460 juta pada saat itu. Perusahaan yang berbasis di Tokyo tersebut mengumumkan bahwa hilangnya aset digital tersebut merupakan tindakan peretasan. Sementara, Cryptopia mengalami pencurian aset Cryptocurrency sekitar US$ 16 juta pada awal 2019. Perusahaan ini mencatat jumlah akun sebanyak 300.000 akun dari seluruh dunia, kala itu.
Baca Juga: FTX Bangkrut, Total Utang ke 50 Debitur Capai Rp 48 Triliun Kasus FTX diungkapkan sejauh ini telah berutang US$ 3 miliar terhadap krediturnya. Hal ini menambah kisah kelam pada pasar kripto dan kembali menyurutkan kepercayaan investor pada aset digital tersebut. Di sisi lain, Manda menyoroti bahwa kasus FTX ini berdampak pada perusahaan yang berkaitan langsung dengan FTX. Sudah banyak kabar dari beberapa bursa kripto atawa
exchange yang menahan sementara penarikan dana nasabah. Perusahaan pemberi pinjaman kripto seperti Celsius, Voyager mengalami kerugian imbas runtuhnya bisnis FTX. BlokFi juga punya paparan yang signifikan terhadap FTX. Mereka bahkan menahan pemberi pinjaman kepada institusi lain. "Artinya dampak dari kasus ini meluas dan membuat market terus melemah," ucap Manda. Dia bilang, keruntuhan FTX ini murni karena kesulitan likuidasi karena terjadi penarikan atau
withdrawal dana dari bursa kripto. Investor khawatir kendala finansial yang tengah menimpa perusahaan afiliasi FTX yakni Alameda Research berdampak pada ketidakmampuan FTX mengembalikan dana investor.
Baca Juga: Hasil Survei Tokenomy dan Indodax, Aset Kripto Merupakan Investasi Masa Depan Efek domino ke market kripto pun diprediksi akan sama seperti kasus-kasus sebelumnya. Investor akan sulit untuk kembali bergairah ke market kripto dan memilih untuk
wait and see atau bahkan menarik dana mereka, karena faktor kepanikan. "Ada kemungkinan efeknya bisa membuat market untuk
rebound akan berlangsung lebih lama," imbuh Manda.
Sentimen positif yang dapat memberikan dorongan pemulihan adalah inflasi AS sudah mulai melemah. Asumsinya, kemungkinan market kripto perlahan
bullish atau naik karena The Fed bakal mengurangi kenaikan suku bunga acuan. Manda menuturkan, pasang surut investasi aset kripto merupakan sebuah fase yang umum terjadi di industri instrumen keuangan. Apalagi kripto masih terbilang merupakan instrumen investasi baru yang pertumbuhannya dibarengi dengan gejolak yang terjadi industri dan ekosistemnya. Saat ini investor disarankan untuk bisa melakukan konsep nabung kripto dengan strategi
dollar cost averaging (DCA) dan
buy the dip. Di mana membeli sejumlah aset kripto tanpa melihat kondisi pasar apakah mengalami koreksi
bearish atau
bullish. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati