KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkapkan teknis penugasan terkait kerja sama Indonesia-Australia mengembangkan mineral kritis masih dalam pengkajian lebih dalam. Namun, Kadin optimistis, melalui upaya ini perdagangan dan investasi dari Australia ke dalam negeri akan semakin besar. Wakil Ketua Umum Bidang ESDM Kadin Indonesia Carmelita Hartoto menjelaskan, Indonesia diproyeksikan menjadi
manufacturing powerhouse (pusat pengolahan) mineral dengan potensi cadangan nikel dan tenaga kerja Indonesia yang berlimpah.
Baca Juga: Indonesia Australia Jajaki Kerja Sama Garap Mineral Kritis untuk Kendaraan Listrik “Dengan kemudahan akses berbagai bahan baku seperti litium dan didukung oleh standar dan keahlian dari Australia. Ini merupakan kerja sama yang positif,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (6/7). Seperti yang diketahui, Indonesia memiliki pasokan nikel yang melimpah, sedangkan Australia memiliki lithium, dan keduanya sangat penting bagi komponen penting bagi industri baterai kendaraan listrik. Hingga saat ini, Kadin Indonesia belum bisa memaparkan lebih rinci mengenai teknis pelaksanaan kerja sama ini. Akankah ditugaskan ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tambang atau kerja sama juga dengan pihak lain. “Teknis penugasannya masih akan dikaji lebih dalam,” ujarnya. Yang terang, dia mengungkapkan, berdasarkan nota kesepahaman atau
memorandum of understanding (MoU) yang sudah ditandatangani Indonesia dan Australia beberapa waktu lalu, kerja sama ini diproyeksikan terlaksana pada 2023-2025. Selain akan meningkatkan peran kedua negara sebagai pemasok baterai EV dan mineral penting dunia, Carmelita menilai, kerja sama perdagangan dan investasi dari Australia ke Indonesia semakin besar. “Selain itu juga mempererat kerja sama ekonomi kedua negara dan ASEAN, mengingat Australia juga mitra dagang terbesar ke-10 bagi Indonesia,” tandasnya.
Baca Juga: Jaga Cadangan, Kementerian ESDM Buat Aturan Klasifikasi Mineral Kritis Melansir catatan Kementerian ESDM, mineral kritis merupakan mineral masa depan yang dibutuhkan, mengikuti perkembangan teknologi untuk memperoleh energi yang lebih bersih. Mineral ini dapat digunakan pada kendaraan bermotor listrik maupun berbagai keperluan lain. Direktorat Jenderal EBTKE telah menggunakan teknologi baterai terutama untuk keperluan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Sedangkan untuk kendaraan listrik penggunaan teknologi baterai ini dapat dikategorikan lagi menjadi berbasis NCA (
Nickel Cobalt Aluminium Oxide) yang telah digunakan oleh produsen mobil Tesla, NMC (
Nickel Manganese Cobalt Oxide) dan LFP (
Lithium Ferro Phosphate). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto