KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Garuda Indonesia Tbk (
GIAA) terus didera aneka masalah mencengangkan. Garuda, sebelum kasus selundupan Harley Davidson (HD) dan sepeda Brompton tercatat menorehkan aneka masalah yang membuat geger maskapai ini. Catatan kontan.co.id, selain selundupan Harley dan Brompton, Garuda Indonesia tercatat menanggung kasus berat.
Satu, skandal Garuda atas pembelian pesawat-pesawat terbang oleh manajemen maskapai dengan kode saham GIAA ini.
Kasus Garuda ini tak lama lagi akan masuk pengadilan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini telah menyelesaikan penyidikan kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC oleh Garuda Indonesia (Persero). Kasus yang membebani Garuda ini akan masuk masa persidangan. Dua tersangka pengadaaan 50 mesin Garuda ini adalah mantan direktur utama Garuda Emirsyah Satar dan Soetikno Soedargo pengusaha yang juga pemilik perusahaan Mugi Rekso Abadi. Dalam kasus pembelian mesin Garuda ini, mantan direktur utama Garuda Indonesia, Emirsyah diduga menerima suap sebesar €1,2 juta dan US$180.000 atau senilai total Rp 20 miliar serta dalam bentuk barang senilai US$ 2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia. Perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce diduga memberikan suap atas pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 untuk Garuda Indonesia. Pemberian suap atas pembelian pesawat Garuda itu itu dilakukan melalui Soetikno Soedarjo,
beneficial owner Connaught International Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura. Ini adalah perusahaan perantara atas pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS untuk Garuda.
Baca Juga: Terkait kasus onderdil Harley Davidson, Erick Thohir segera tunjuk Plt Dirut Garuda Kedua, geger laporan keuangan Garuda Garuda Indonesia mencatatkan laba bersih sebesar US$ 809.850 tahun 2018 . Kinerja Garuda ini setara Rp 11,33 miliar. Capaian kinerja Garuda Indonesia ini melonjak tajam dibanding 2017. Garuda Indonesia tahun 2017 tercatat merugi US$216,5 juta. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Garuda yang digelar 24 April 2019, dua komisaris Garuda yakni, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria tidak setuju atas laporan keuangan Garuda Indonesia tersebut. Mereka keberatan dengan pengakuan pendapatan Garuda Indonesia atas transaksi Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas Dalam Penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi dengan PT Citilink Indonesia, anak usaha Garuda. Hanya manajemen Garuda Indonesia saat itu sudah mengakui pendapatan dari Mahata sebesar US$239,94 juta. Perincian pendapatan Garuda Indonesia itu, antara lain sebesar US$28 juta merupakan bagian dari bagi hasil yang didapat dari Sriwijaya Air. Padahal, pendapatan Garuda itu masih dalam bentuk piutang atau tagihan bagi Garuda Indonesia. Atas laporan keuangan Garuda ini, Bursa Efek Indonesia (BEI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hingga Kementerian Keuangan (Kemenkeu) turun tangan. Kemenkeu bahkan sudah menjatuhkan sanksi kepada Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan, sebagai auditor laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018. Ada dua sanksi Kemenkeu atas kantor akuntan publik yang mengaudit keuangan Garuda Indonesia yakni pembekuan Izin selama 12 bulan melalui Keputusan Menteri Keuangan No.312/KM.1/2019 tanggal 27 Juni 2019 terhadap AP Kasner Sirumapea. Sanksi lainnya atas laporan keuangan Garuda itu adalah peringatan tertulis dengan disertai kewajiban untuk melakukan perbaikan terhadap Sistem Pengendalian Mutu KAP dan dilakukan review oleh BDO International Limited. OJK juga menjatuhkan sanksi ke Garuda Indonesia sebagai emiten, direksi, dan komisaris secara kolektif. Sebagai emiten, Garuda dikenakan denda Rp 100 juta. Direksi yang tanda tangan laporan keuangan Garuda Indonesia dikenakan masing-masing Rp 100 juta. Secara kolektif direksi dan Komisaris Garuda Indonesia minus yang tidak tanda tangan, dikenakan kolektif Rp 100 juta. Garuda Indonesia juga diminta untuk menyajikan lagi (
restatement) laporan keuangan tahun buku 2018. BEI juga memberikan sanksi ke Garuda Indonesia berupa Peringatan Tertulis III dan denda sebesar Rp 250 juta. Garuda dianggap menyalahi Peraturan BEI Nomor I-H tentang Sanksi. BEI juga meminta Garuda Indonesia untuk memperbaiki dan menyajikan kembali Laporan Keuangan Interim PT Garuda Indonesia Tbk per 31 Maret 2019.
Baca Juga: Kasus selundupan onderdil Harley Davidson, pelaku bisa kena hukum pidana Ketiga, Garuda Indonesia kena denda Rp190 miliar oleh Pengadilan Australia Pada 30 Mei 2019, bertempat di Pengadilan Federal Australia menjatuhkan hukuman denda A$19 juta atau sekitar Rp190 miliar kepada Garuda Indonesia. Garuda Indonesia dianggap terlibat dalam dalam praktik kartel dengan maskapai lainnya dalam mengatur pengiriman kargo. Pengadilan menemukan, antara tahun 2003 dan 2006, Garuda Indonesia setuju untuk melakukan kesepakatan yang menetapkan harga keamanan dan biaya tambahan bahan bakar.
Baca Juga: Kasus onderdil Harley Davidson selundupan, Sri Mulyani jelaskan kronologisnya Selain itu, Garuda Indonesia disebut setuju dan melakukan kesepakatan terhadap biaya bea cukai dari Indonesia. Selain Garuda,m 14 maskapai lain yang juga didenda pengadilan Australia, seperti Air New Zealand, Qantas, Singapore Airlines, dan Cathay Pacific. Totalnya mencapai A$130 juta. Keempat, Direktur Garuda Indonesia rangkap jabatan Kontan mencatat, pada tanggal 21 Januari 2019, hasil penelitian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas dugaan pelanggaran rangkap jabatan direksi Garuda Indonesia di susunan komisaris Sriwijaya Air keluar. Hasilnya, nama Direktur Utama Garuda Indonesi Ari Askhara, Direktur Niaga Garuda Indonesia Pikri Ilham Kurniansyah, dan Direktur Utama Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo ternyata juga menjabat sebagai Dewan Komisaris dan Dewan Direksi Sriwijaya Air, pasca Sriwijaya Air yang memutuskan bergabung menjadi bagian dari Garuda Indonesia Group. Ketiga direksi Garuda Indonesia dan Citilink sudah diperiksa KPPU, termasuk Menteri BUMN Rini Soemarno yang akan diperiksa karena disebut-sebut sebagai pihakyang memerintahkan rangkap jabatan bagi dirreksi Garuda Indonesia Grup itu. Ketiga direksi Garuda Indonesia ini diduga telah berdasarkan pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris apabila berada dalam pasar yang sama, keterkaitan erat di bidang yang sama, dan menguasai pangsa pasar yang menyebabkan terjadinya monopoli.
Kelima, Garuda bawa selundupan Harley dan Brompton Tebaru, Garuda terlibat kasus penyelundupan Harley dan Brompton yang membikin geger maskapa ini. Direktur Utama Garuda Ari Askhara bahkan harus diberhentikan karena diduga terlibat kasus penyelundukan Harley dan sepeda Brompton ini. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mencopot Dirur Garuda Ari Askhara karena skandal penyelundupan Harley dan Brompton ini per Kamis (5/12) ini. Pencopotan Dirut Garuda, kata Erick, berdasarkan bukti laporan dari komite audit Garuda Indonesia pada tahun 2018. Audit Garuda itu menyebutkan adanya permintaan dari Direktur Utama Ari Askhara yang memberikan instruksi untuk mencari Harley Davidson tipe klasik. "Saya sebagai Kementerian BUMN akan memberhentikan Dirut Garuda. Kita kan terus melihat lagi apakah ada oknum lainnya," ujar Erick dalam konferensi pers yang digelar bersama dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Gedung Kementerian Keuangan, Kamis (5/12). Aksi penyelundupan via Garuda atas Harley Davidson dan sepeda Brompton membuat negara mencatat kerugian hingga Rp 532 juta sampai Rp1,5 miliar. "Total kerugian negara Rp532 juta sampai Rp1,5 miliar." Sri Mulyani. Kerugian ini dihitung berdasarkan kerugian bea cukai atas masuknya selundupan Harley Davidson melalui Garuda seharga Rp 800 juta. Harley selundupan itu merupakan tipe Softail Deluxe Motorcycle dengan harga di kisaran Rp 800 juta.
Baca Juga: Ramai Harley-Davidson selundupan, ini hitungan pajaknya Sementara sepeda Brompton selundupan via pesawat Garuda itu berkisar Rp50 juta-Rp 60 juta. Sepeda yang diselundupkan lewat Garuda berjenis Brompton Explore Edition M6L. "Berdasarkan penelusuran, nilainya sampai Rp 800 juta untuk Harley. Sedangkan Brompton Rp 60 juta-70 juta," ungkap Sri Mulyani. Saat ini, kata Sri Mulyani, Bea Cukai masih melakukan investigasi lebih lanjut atas selundupan sepeda Brompton dan Harley dengan pesawat Garuda itu. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap ada 22 penumpang yang berada di pesawat Garuda Indonesia jenis A330-900 yang ketahuan menyelundupkan Harley Davidson dan sepeda Brompton dari Toulouse, Prancis.Penyelundupan ini, kata Sri Mulyani, diketahui petugas Bea Cukai saat melakukan pemeriksaan pesawat baru di Garuda Maintenance Facility pada Minggu 1 Desember 2019 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Titis Nurdiana