KONTAN.CO.ID-JAKARTA. PT Garuda Indonesia (GIAA) membukukan pertumbuhan pendapatan usaha konsolidasi di tahun kinerja 2023 tumbuh sekitar 40% atau sebesar US$ 2,94 miliar dibandingkan dengan pendapatan usaha di tahun sebelumnya yaitu US$ 2,1 miliar. Setelah melewati fase yang penuh tantangan di era pandemi beberapa tahun lalu dengan melaksanakan berbagai langkah perbaikan, Garuda Indonesia berhasil membukukan laba tahun berjalan sebesar US$ 251,9 juta. Dalam laporan keuangannya, pendapatan usaha ini didorong dari pendapatan penerbangan berjadwal yang naik 41% secara tahunan alias
year on year (YoY) menjadi US$ 2,37 miliar dari sebelumnya US$ 1,68 miliar sejalan dengan pergerakan masyarakat yang menggunakan transportasi udara di fase pascapandemi terus bergerak mendekati situasi sebelum pandemi.
Selaras dengan penerbangan berjadwal, pendapatan penerbangan tidak berjadwal juga mencatat pertumbuhan hingga 65% atau sebesar US$ 288,03 juta dari tahun sebelumnya yaitu US$ 174,81 juta, di mana pendapatan penerbangan haji di tahun 2023 menyumbang kenaikan signifikan hingga 145% menjadi US$ 235,17 juta dibandingkan tahun sebelumnya yaitu US$ 92,48 juta.
Baca Juga: Elang Mahkota Teknologi (EMTK) Menderita Rugi Bersih Rp 140 Miliar pada Tahun 2023 Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjelaskan, implementasi aksi strategis korporasi dalam upaya percepatan pemulihan kinerja pasca restrukturisasi diharapkan memperkokoh landasan entitas bisnis Garuda Indonesia secara grup. Hal ini menjadi fokus dalam mengoptimalkan pendapatan usaha serta upaya pembukuan laba kinerja perusahaan secara berkelanjutan. “Sepanjang tahun 2023, Garuda Indonesia Group berhasil mencatatkan kinerja operasional melalui pertumbuhan jumlah angkutan penumpang hingga 34% yakni mencapai 19.970.024 penumpang dibandingkan pada periode sebelumnya 14.848.195 penumpang. Dalam capaian tersebut, Garuda Indonesia berhasil mengangkut penumpang sebanyak 8.291.094 dan Citilink sebanyak 11.678.930 penumpang,” jelas Irfan dalam rilis, Senin (1/4). Sejalan dengan perampungan restrukturisasi yang telah dilaksanakan Perusahaan di akhir tahun 2022 lalu pasca situasi pandemi dimana terdapat penurunan nilat aset, Garuda Indonesia juga mencatatkan pendapatan lain-lain bersih sebesar US$ 344,7 juta yang dikontribusikan dari penerapan pembalikan penurunan nilai aset non-keuangan (
reversal impairment asset) dengan nilai sebesar US$ 198 juta. Langkah restrukturisasi utang Garuda Indonesia yang dimulai sejak akhir tahun 2021 lalu mampu membawa Perusahaan untuk bangkit kembali setelah menerima persetujuan dari kreditur yang tertuang dalam perjanjian homologasi pada tahun 2022 lalu atas penurunan nilai utang hingga 50% yakni dari nilai utang yang sebelumnya US$ 10,9 miliar menjadi US$ 4,79 miliar. Hingga saat ini Perusahaan terus melakukan pemenuhan kewajiban pembayaran utang melalui sejumlah skema diantaranya yaitu yaitu melakukan pelunasan bertahap melalui arus kas operasional. Kedua, melakukan konversi utang menjadi Ekuitas Baru, Surat Utang Baru, Tagihan Utang Lokal dan Sukuk Baru.
Baca Juga: Dunia Virtual Online (AREA) Mengincar Pertumbuhan Kinerja Hingga 30% pada 2024 Ketiga, melakukan konversi utang jangka Panjang untuk kreditur Bank, BUMN dan Anak Perusahaan, dan keempat, melakukan Pelunasan Sebagian Surat Utang Baru dan Sukuk Baru melalui
Tender Offer. “Kami tentunya berharap upaya pembayaran utang secara bertahap sesuai Perjanjian Perdamaian yang telah disepakati serta langkah akselerasi kinerja Perusahaan yang dioptimalkan ini mampu mewujudkan fokus Garuda Indonesia sebagai bisnis yang sehat, meskipun tidak dapat dipungkiri proses pemulihan yang sedang berlangsung ini membutuhkan waktu tidak sebentar di tengah adanya berbagai tantangan di masa mendatang yang perlu dihadapi secara strategis,” kata Irfan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi