KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (
GIAA) telah mengurangi hampir 2.500 pegawainya selama pandemi covid-19. Langkah itu dilakukan untuk menekan biaya (
cost) di tengah tumpukan utang dan anjloknya pendapatan. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyampaikan, pihaknya sudah mengurangi jumlah pegawai sebanyak 30,56%. Jumlah karyawan pun terpangkas dari yang semula 7.891 pegawai, kini tersisa sekitar 5.400. Artinya, ada sekitar 2.491 pegawai Garuda Indonesia yang dirumahkan selama masa pandemi Covid-19. "Yang ingin kami sampaikan, ini dilakukan dengan cara-cara yang sangat santun. Menekan jumlah pegawai, tapi taat dengan peraturan yang ada, sambil ada empati terhadap karyawan," ujar Irfan dalam paparan publik virtual, Senin (20/12).
Selain memangkas pegawai, Garuda Indonesia juga memotong gaji di semua lini, termasuk direksi dan komisaris. Dengan efisiensi dari sisi biaya Sumber Daya Manusia (SDM) serta strategi efisiensi di bidang lainnya, Irfan menyebut Garuda telah berhasil menurunkan
cost hingga sekitar US$ 10 juta per bulan.
Baca Juga: Garuda Indonesia (GIAA) Mengejar Pemulihan Kinerja di 2022, Begini Strateginya Semula,
cost Garuda pada bulan Januari 2020 mencapai US$ 16 juta. Kini, jumlahnya merosot drastis menjadi hanya US$ 6 juta. "Ini proses, mesti melibatkan karyawan. Kami tidak bisa main melakukan pemotongan. Kami memilih pendekatan persuasif, mengajak karyawan terlibat," imbuh Irfan. Irfan menjamin tidak mengistimewakan pihak mana pun. Untuk profesi pilot, misalnya, Garuda sudah memangkas jumlah pilotnya lebih dari 200 orang. Saat ini Garuda memberlakukan periode kerja secara bergilir. Ketika tidak terbang pada bulan tersebut, pilot yang bersangkutan tidak menerima pembayaran gaji. Irfan bilang, semua hal itu dilakukan dengan kesepakatan bersama sesuai ketentuan yang berlaku. "Karyawan itu aset, kami ingin melewati prosesi ini bersama-sama, sebaik-baiknya. Kami tidak gunakan (momen) ini melakukan upaya-upaya bumi hangus," ungkapnya. Sebagai informasi, penurunan
traffic penumpang selama masa pandemi covid-19 telah membuat pendapatan GIAA ambruk, turun hingga 70% dari kondisi pra-pandemi. Dalam tekanan tersebut, Garuda memiliki ekuitas negatif sekitar US$ 3 miliar.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, Prasetio, menjelaskan bahwa saat ini GIAA memiliki utang mencapai US$ 9,8 miliar. Negosiasi tak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat lantaran GIAA memiliki total sekitar 800 kreditur. Prasetio menyebut, sebagai bagian dari restrukturisasi, Garuda Indonesia menawarkan
win win solutions sehingga nantinya bisa mencapai kesepakatan pada titik
sustainable debt. Sehingga pengelolaan utang mampu dibayar dengan
new business plan yang dijalankan GIAA. "Kami harapkan
traffic recovery akan mulai tumbuh pada tahun depan mencapai 40%. Kemudian 2023 meningkat lagi dan diharapkan pada 2024 dengan pandemi yang berlalu,
traffic recovery akan kembali normal. Sehingga Garuda bisa
running dengan
business plan yang ada," terang Prasetio. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .