Garuda Indonesia membidik US$ 54 juta dari bisnis non-tiket



KONTAN.CO.ID - TANGERANG. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) semakin gencar mengembangkan bisnis non-tiket. Perusahaan menargetkan pendapatan non-tiket atau ancillary revenue meningkat 42,11% year on year (yoy) pada tahun ini. 

Direktur Pemasaran dan TI GIAA Nina Sulistyowati mengatakan, pendapatan non-tiket diharapkan bisa mencapai US$ 54 juta hingga akhir tahun. Adapun di 2017 lalu, GIAA mencatat kenaikan pendapatan non-tiket sebesar 62% yoy. "Ancillary revenue kami naik menjadi US$ 38 juta tahun lalu," ujar Nina di Tangerang, Selasa (13/2).

Bisnis non-tiket baru memberikan kontribusi sekitar 2% terhadap pendapatan GIAA, Tapi Nina optimistis lini bisnis ini bisa tumbuh cepat. Bahkan di 2020, ia menargetkan pendapatan non-tiket mencapai US$ 100 juta.


Untuk mencapainya, GIAA menyusun beberapa strategi. Salah satunya ialah merambah bisnis e-commerce dengan menjalin kerja sama strategis dengan JD.id untuk mengembangkan GarudaShop.

Ini merupakan layanan belanja online yang memungkinkan para penumpang Garuda Indonesia membeli barang kebutuhan perjalanan dan merchandise Garuda Indonesia secara online. Nantinya, seluruh pengembangan situs serta promosi, akan dilakukan oleh JD.id

Nina mengatakan, lewat kerjasama ini, GIAA membidik pendapatan sebesar US$ 1 juta di tahun pertama beroperasinya GarudaShop. "Bahkan saya menargetkan pendapatan dari GarudaShop bisa tumbuh dua kali lipat di tahun kedua," ujar dia.

VP Loyalty & Ancillary GIAA Selfie Dewiyanti mengatakan, hal ini merupakan strategi business to business (B2B) yang dilakukan GIAA. Di sisi lain, GIAA juga akan mengembangkan bisnis non-tiket secara business to customer (B2C) dengan meningkatkan pendapatan dari pengelolaan bagasi. Sebab, bisnis ini memiliki kontribusi sekitar 40% dari total pendapatan non-tiket GIAA.

Pengembangan bisnis non-tiket ini juga sejalan dengan upaya GIAA memperoleh keuntungan di tahun ini. Maklum, usai banyak mengalami kerugian beberapa tahun belakangan, GIAA berharap bisa mulai mengantongi laba bersih US$ 8 juta hingga akhir tahun 2018.

"Selain meningkatkan ancillary revenue, kami juga melakukan efisiensi biaya operasi dan biaya produksi," tandas Nina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati