Garuda tetap salah soal cenderamata haji



JAKARTA. Usaha PT Garuda Indonesia Tbk lepas dari vonis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam kasus pengadaan cenderamata haji harus kandas. Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menguatkan putusan KPPU bahwa Garuda dan dua rekanan pengadaan cenderamata ibadah haji yakni PT Gaya Bella Diantama dan PT Uskarindo Prima terbukti melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat.

Ketua Majelis Hakim Sapawi menyatakan, Garuda dan dua rekanannya tidak dapat menyangkal fakta-fakta yang ada dalam putusan KPPU. Misalnya, maskapai penerbangan plat merah ini tidak membuka tender pengadaan cenderamata haji kepada perusahaan lain. Atas dasar itu pula, majelis hakim menguatkan keputusan KPPU.

Dengan putusan itu, Garuda dan dua rekanan itu, masing-masing harus membayar denda sebanyak Rp 1 miliar. Selain itu, Garuda juga harus membayar kelebihan pembayaran cenderamata haji Rp 7,1 miliar kepada jemaah melalui Kementerian Agama.


Keputusan PN Jakarta Pusat membuat Garuda dan dua perusahaan rekanannya kecewa. Namun, Kuasa Hukum Garuda, Edwin Aditya Rachman, belum bisa memastikan langkah hukum lanjutan setelah putusan ini. "Kami akan bicarakan dulu dengan klien kami," ujar Edwin, kemarin.

Kuasa Hukum PT Uskarindo Prima, Indra Kusuma mengatakan, keputusan hakim yang menolak keberatan atas vonis KPPU yang mereka ajukan itu tidak tepat. Sebab, yang dilakukan Garuda bukan persekongkolan, melainkan perpanjangan tender. Jadi wajar saja jika Garuda kembali menunjuk Uskarindo.

Sebaliknya, wasit persaingan usaha memuji putusan hakim. "Putusan hakim sudah sesuai fakta," ujar M Iqbal, Kuasa Hukum KPPU.

Akhir Oktober 2010, KPPU memutuskan Garuda, Gaya Bella, dan Uskarindo telah terbukti melakukan monopoli dan persaingan usaha tak sehat dalam pengadaan cenderamata haji tahun 2009-2010 dan 2010-2011. Garuda dan dua rekanannya tak terima dan menggugat putusan KPPU ke pengadilan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie