KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selama tiga hari berturut-turut gas alam mengalami penurunan harga akibat perkiraan cuaca yang menghangat. Apalagi, rilis data cadangan pasokan yang ternyata mengalami kenaikan. Mengutip Bloomberg, Jumat (27/10) harga gas alam kontrak pengiriman Novermber 2017 melemah 1,10% ke level US$ 2,858 per mmbtu dibanding harga sehari sebelumnya. Dalam sepekan, harga juga sudah merosot 1,95%. "Perkiraan cuaca akhir tahun yang menghangat membuat prediksi permintaan gas alam untuk sektor rumah tangga dan industri akan berkurang," jelas Research & Analyst Asia Tradepoint Futures Andri Hardianto, Jumat (27/10). Selain itu, Andri juga bilang, adanya rilis data EIA soal kenaikan persediaan cadangan gas alam di bulan Oktober yang meningkat 64 juta kubik juga menjadi katalis penekan harga gas alam. "Dengan adanya perkiraan permintaan dan kenaikan pasokan, harga jadi turun," tuturnya. Tak hanya itu saja, Andri juga menilai, penguatan dollar AS juga masih jadi salah satu faktor pelemahan harga komoditas, termasuk gas alam. Kendati demikian, Andri meramalkan sejatinya untuk jangka panjang hingga 2018 mendatang, harga gas alam masih dalam tren yang ciamik. Sebab, terdapat banyak proyeksi positif seperti salah satunya adanya proyeksi kenaikan harga rata-rata di 2018 yang naik menjadi US$ 3,19 per mmbtu dibanding di 2017 yang berada di US$ 3,03 per mmbtu. "Ada potensi kenaikan yang positif," kata Andri. Lanjut Andri, adanya tren penggunaan Combine Cycle Gas Turbin (CCGP) juga menjadi penyokong harga gas alam untuk ke depannya. "Tren penggunaan gas alam sebagai pembangkit tenaga itu cukup besar di beberapa negara seperti Australia, AS, Jepang, dan Korea. Ini membantu meningkatkan permintaan," timpal Andri. Namun, Andri juga tetap menghimbau, agar pasar juga waspada akan kebijakan revitalisasi tambang batubara yang digawangi oleh Presiden AS Donald Trump. Pasalnya, jika revitalisasi ini terjadi, maka bukan tidak mungkin harga gas alam akan kembali terhambat lajunya. "Dikhawatirkan persentase penggunaan gas alam menurun," imbuh Andri. Prediksi Andri, untuk Senin (30/10) harga gas alam berpeluang rebound setelah tiga hari reli turun. "Ada di kisaran US$ 2,82 - US$ 2,90 per mmbtu dan US$ 2,80 - US$ 2,92 per mmbtu hingga sepekan ke depan," pungkasnya. Secara teknikal, Andri melihat, indikator moving average (MA) 50, MA100, dan MA200 memberikan indikasi jual. Kemudian, indikator relative strength index (RSI) dan moving average convergence divergence (MACD) masing-masing berada di level 41,5 dan -0,020 dengan indikasi sinyal jual. Sedang, stochastic berada di area 63,5 dengan indikasi sinyal beli. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Gas alam berpotensi mendaki setelah 3 hari jeblok
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selama tiga hari berturut-turut gas alam mengalami penurunan harga akibat perkiraan cuaca yang menghangat. Apalagi, rilis data cadangan pasokan yang ternyata mengalami kenaikan. Mengutip Bloomberg, Jumat (27/10) harga gas alam kontrak pengiriman Novermber 2017 melemah 1,10% ke level US$ 2,858 per mmbtu dibanding harga sehari sebelumnya. Dalam sepekan, harga juga sudah merosot 1,95%. "Perkiraan cuaca akhir tahun yang menghangat membuat prediksi permintaan gas alam untuk sektor rumah tangga dan industri akan berkurang," jelas Research & Analyst Asia Tradepoint Futures Andri Hardianto, Jumat (27/10). Selain itu, Andri juga bilang, adanya rilis data EIA soal kenaikan persediaan cadangan gas alam di bulan Oktober yang meningkat 64 juta kubik juga menjadi katalis penekan harga gas alam. "Dengan adanya perkiraan permintaan dan kenaikan pasokan, harga jadi turun," tuturnya. Tak hanya itu saja, Andri juga menilai, penguatan dollar AS juga masih jadi salah satu faktor pelemahan harga komoditas, termasuk gas alam. Kendati demikian, Andri meramalkan sejatinya untuk jangka panjang hingga 2018 mendatang, harga gas alam masih dalam tren yang ciamik. Sebab, terdapat banyak proyeksi positif seperti salah satunya adanya proyeksi kenaikan harga rata-rata di 2018 yang naik menjadi US$ 3,19 per mmbtu dibanding di 2017 yang berada di US$ 3,03 per mmbtu. "Ada potensi kenaikan yang positif," kata Andri. Lanjut Andri, adanya tren penggunaan Combine Cycle Gas Turbin (CCGP) juga menjadi penyokong harga gas alam untuk ke depannya. "Tren penggunaan gas alam sebagai pembangkit tenaga itu cukup besar di beberapa negara seperti Australia, AS, Jepang, dan Korea. Ini membantu meningkatkan permintaan," timpal Andri. Namun, Andri juga tetap menghimbau, agar pasar juga waspada akan kebijakan revitalisasi tambang batubara yang digawangi oleh Presiden AS Donald Trump. Pasalnya, jika revitalisasi ini terjadi, maka bukan tidak mungkin harga gas alam akan kembali terhambat lajunya. "Dikhawatirkan persentase penggunaan gas alam menurun," imbuh Andri. Prediksi Andri, untuk Senin (30/10) harga gas alam berpeluang rebound setelah tiga hari reli turun. "Ada di kisaran US$ 2,82 - US$ 2,90 per mmbtu dan US$ 2,80 - US$ 2,92 per mmbtu hingga sepekan ke depan," pungkasnya. Secara teknikal, Andri melihat, indikator moving average (MA) 50, MA100, dan MA200 memberikan indikasi jual. Kemudian, indikator relative strength index (RSI) dan moving average convergence divergence (MACD) masing-masing berada di level 41,5 dan -0,020 dengan indikasi sinyal jual. Sedang, stochastic berada di area 63,5 dengan indikasi sinyal beli. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News