JAKARTA. Harga gas alam yang semakin murah, memicu banyak pengguna batubara beralih ke gas alam. Prospek harga batubara ke depan masih dibayangi pelemahan. Mengutip
Bloomberg pada Rabu (16/3), harga batubara kontrak pengiriman Mei 2016 di ICE Future Europe naik 0,2% menjadi 50,15 per metrik ton dibandingkan sehari sebelumnya. Namun dalam sepekan terakhir, harga batubara tergerus 0,59%. Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, permintaan batubara terus melemah. Tidak hanya akibat pelambatan ekonomi, tetapi juga beralihnya penggunaan energi batubara ke gas alam di sejumlah pembangkit listrik.
Harga gas alam sudah jatuh hingga 88% dari level tertingginya di tahun 2008 silam, sehingga terus mengikis permintaan batubara di Amerika Serikat (AS). Lihat saja, Energy Information Administration (EIA) menyebutkan, tahun ini menjadi kali pertama sejak tahun 1949 yang menempatkan gas alam menjadi sumber utama pasokan listrik AS. Selain oleh gas alam, posisi batubara juga digeser oleh sumber energi lain yang lebih ramah lingkungan, seperti pembangkit listrik tenaga angin dan tenaga surya. Saat ini, porsi pembangkit listrik batubara hanya 28% dari total pembangkit listrik di AS, turun lebih dari 50% jika dibanding sembilan tahun lalu. Tekanan pada harga batubara membuat perusahaan besar mulai merugi bahkan terancam bangkrut. Perusahaan batubara terbesar AS, Peabody berada di ambang kebangkrutan setelah terlilit utang hingga US$ 6,3 miliar. Kendati demikian, Ibrahim bilang, batubara masih mendapat dukungan dari negara-negara di Asia. Sebab, pergeseran sumber tenaga listrik dari batubara ke energi lain seperti gas alam membutuhkan biaya besar. "Sekarang fokus ke Jepang dan China yang masih membutuhkan batubara sebagai sumber tenaga listrik," ujarnya. Wahyu Tri Wibowo, analis PT Central Capital Futures, mengatakan, melemahnya nilai tukar dollar AS setelah The Fed mempertahankan tingkat suku bunga dapat membuat harga komoditas menguat termasuk batubara. Ini bisa menopang harga dalam jangka pendek.
Sementara tren masih tetap bearish mengingat belum ada kenaikan permintaan dari China. Pada bulan Februari, impor batubara China melorot 10,2% dibandingkan periode sama tahun 2015 menjadi 13,5 juta ton atau level terendah sejak April 2011. Secara teknikal Wahyu melihat, harga batubara bergerak di atas moving average (MA) 20 dan MA50, namun di bawah MA200. RSI di level 66,18% dan masih berpeluang menguat. Lalu stochastic menguat di level 86,38%. Jumat (18/3), Wahyu menduga batubara akan menguat di rentang US$ 50-US$ 50,25 dan US$ 49,80-US$ 50,50 dalam sepekan ke depan. Ibrahim memprediksi, harga batubara sepekan US$ 49,5- US$ 52,2 per metrik ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie